Menteri Kehutanan Didesak Setop Pembukaan Hutan Untuk Perkebunan Sawit

Bisnis.com,15 Des 2014, 09:57 WIB
Penulis: Anggi Oktarinda

Bisnis.com, JOGJA - Menteri Kehutanan Siti Nurbaya didesak agar segera menghentikan pembukaan hutan untuk lahan industri perkebunan kelapa sawit karena kerusakan masif yang dialami hutan hujan tropika di Tanah Air.

Pakar Lingkungan Universitas Gadjah Mada,Tjut Sugandawaty Djohan mengatakan keberadaan hutan hujan tropika Indonesia yang tersisa hanya sekitar 33% atau 43 juta ha dari luas hutan Indonesia yang mencapai 130 juta ha.

 

Di Pulau Sumatra, keberadaan hutan hanya tinggal 30% dan umumnya terkonsentrasi di wilayah Aceh. Di Pulau Jawa lebih memprihatinkan, yakni hanya tinggal 3%.

 

"Kerusakan hutan ini akibat pembukaan lahan untuk kelapa sawit," ujarnya dalam siaran tertulis yang diterima Bisnis.com, Senin (15/12/2014).

Atas fakta itu, ia mendesak Menteri Kehutanan menghentikan pembukaan hutan untuk lahan industri perkebunan kelapa sawit dengan memperpanjang kebijakan moratorium kelapa sawit.

"Hal itu perlu dilakukan untuk melindungi keberadaan hutan hujan tropika Indonesia yang tersisa".

Menurut Tjut, kerusakan hutan Indonesia terutama terasa sangat massif dalam 30 tahun terakhir. Pembukaan hutan untuk lahan perkebunan, khususnya kelapa sawit, juga terjadi di atas lahan yang tergolong hutan lindung dan hutan konservasi.

"Sebagai contoh, Hutan Taman Nasional Tesso Nilo di Riau saja, sekitar 60% luas hutannya sudah jadi kebun sawit. Ini sangat memprihatinkan," ujarnya.

Dia menegaskan tidak mudah mengembalikan lahan perkebunan kelapa sawit untuk menjadi hutan kembali. Satu-satunya jalan adalah menutup peluang penambahan pembukaan lahan perkebunan kelapa sawit yang baru.

"Ini membutuhkan tindakan tegas Menteri Kehutanan. Saya belum melihat ke arah itu. Gebrakan Ibu Susi [Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti] jelas dalam pengelolaan laut, tapi kebijakan di darat [hutan] belum ada. Sementara kerusakan kita sangat luar biasa," tegasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Yusran Yunus
Terkini