RENEGOSIASI TAMBANG: Pungutan Daerah Akan Dihapus

Bisnis.com,17 Des 2014, 17:10 WIB
Penulis: M. Taufiqur Rahman

Bisnis.com,JAKARTA – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan akan melakukan evaluasi terhadap pungutan-pungutan yang selama ini dilakukan daerah kepada pelaku usaha pertambangan di wilayahnya. Sebab, pungutan tersebut terindikasi menghambat proses renegosiasi kontrak tambang.

Dirjen Mineral dan Batu bara Kementerian ESDM R Sukhyar mengatakan hingga saat ini, sebanyak 20 renegosiasi kontrak tambang belum mencapai kesepakatan.

Dia menjelaskan sebagian besar renegosiasi itu terhambat adanya pungutan yang dilakukan daerah dan diberlakukan ke perusahaan tambang yang berada di wilayahnya.

“Kami meminta penaikan royalti, tetapi di daerah ada pungutan, ini tentu memberatkan. Upaya kami adalah bagaimana mengurangi pungutan-pungutan yang dilakukan daerah itu,” katanya, Rabu (17/12/2014).

Dia mencontohkan PT Nusa Halmahera Mineral (NHM), perusahaan tambang emas berstatus Kontrak Karya (KK) hingga saat ini belum menyepakati amandemen kontrak.

Perusahaan tersebut mengeluhkan adanya pungutan yang dilakukan pemerintah daerah yang nilai pungutannya setara dengan nominal royalti yang harus dibayarkan jika perseroan menandatangani nota kesepakatan amandemen kontrak.

NHM merupakan patungan antara Newcrest (kepemilikan 75%) dengan PT Aneka Tambang Tbk. (kepemilikan 25%). Perusahaan ini mengoperasikan tambang emas Gosowong di halmahera Utara, Maluku Utara.

“Kasus NHM itu serupa dengan Agincourt, mereka dipungut oleh pemerintah daerah setempat, nilai pungutannya setara dengan royalti, jadi ini yang harus diselesaikan,” jelasnya.

BHP Billiton merupakan induk dari IndoMet Coal Project dengan 75% saham kepemilikan, sementara sisanya yaitu 25% saham dipegang PT Adaro Energy Tbk.

Saat ini, IndoMet Coal memiliki tujuh perusahaan yang masing-masing perusahaan memegang konsesi Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B).

Ketujuh perusahaan itu adalah PT ratah Coal, PT Juloi Coal, PT Lahai Coal, PT Pari Coal, PT Sumber Barito Coal, PT Kalteng Coal dan PT Maruwai Coal. Saat ini, perusahaan-perusahaan tersebut masih menggelar proses feasibility study (fs) dan belum memasuki tahapan operasi produksi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Rustam Agus
Terkini