Kemendag Susun Sistem Ukur Indeks Keberdayaan Konsumen

Bisnis.com,23 Des 2014, 19:01 WIB
Penulis: Wike Dita Herlinda
Konsumen ritel. Kemendag susun sistem ukur indeks keberdayaan konsumen/JIBI

Bisnis.com, JAKARTA—Kementerian Perdagangan tengah menggodok metode untuk mengukur indeks keberdayaan konsumen Indonesia, khusus untuk sektor nonpangan. Indeks yang belum pernah ada di Tanah Air itu rencananya akan diterbitkan April 2015.

Dirjen Standardisasi dan Perlindungan Konsumen (SPK) Widodo mengungkapkan indeks tersebut diharapkan dapat menjadi tolok ukur kuantitatif yang dapat menggambarkan tingkat keberdayaan konsumen Indonesia secara ilmiah.

“Targetnya selesai pada 2015, kami akan luncurkan pada Hari Konsumen Nasional. Sekarang ini pembahasannya baru 35%. Sekarang ini kan kita tidak tahu sejauh mana tingkat keberdayaan konsumen Indonesia,” ujarnya ditemui baru-baru ini.  

Metode yang digunakan nantinya adalah survei. Untuk tahun ini, sebagai uji coba, survei dilakukan di Bogor terhadap 200 responden melalui kerja sama dengan Institut Pertanian Bogor (IPB).

Pada 2015, kata Widodo, survei akan dilanjutkan ke beberapa kota besar, termasuk Surabaya, Makassar, Medan, dan Semarang. Secara perlahan, nantinya indeks tersebut akan diarahkan kepada konsumen secara nasional.

“Hanya saja indeks ini kami arahkan ke sektor nonpangan, sesuai dengan Memorandum of Understanding (MoU) bahwa kami akan bagi-bagi tugas dengan instansi lain. Pangan oleh BPOM, dan pangan segar oleh Kementerian Pertanian. Kemendag bagian nonpangan,” tuturnya.

Pembahasan indeks tersebut, lanjutnya, dimoderatori oleh Guru Besar IPB Bayu Krisnamurthi, yang juga merupakan mantan wakil menteri perdagangan era Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II.

Bayu menjelaskan indeks keberdayaan konsumen emrupakan sebuah metode yang sudah diterapkan di Eropa dan diakui oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Dia berpendapat Indonesia perlu megadopsi indeks itu guna menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA).

“Supaya kami bisa ukur apakah konsumen Indonesia ini memiliki tingkat keberdayaan yang tinggi atau tidak. Ini penting menghadapi MEA, karena salah satu kekuatan utama negara ini adalah konsumsi. Jadi konsumennya harus betul-betul berdaya,” tuturnya.

Rencana pembuatan indeks keberdayaan konsumen tersebut, tutur Bayu, sudah sesuai dengan amanah yang tertuang dalam UU Perlindungan Konsumen untuk pemberdayaan konsumen Indoensia.

Adapun, beberapa indikator yang digunakan termasuk seberapa jauh kesadaran konsumen tentang pentingnya pemahaman kualitas produk, pemahaman indeks dan label, dan kecintaan terhadap produk dalam negeri.

“Kalau kita bisa dapatkan ini sebagai alat ukur, maka program pemberdayaan konsumen itu akan ada ukurannya. Kita akan tahu apa yang disebut sebagai konsumen yang berdaya itu,” pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Ismail Fahmi
Terkini