Penenggelaman Kapal Ikan Asing Langgar Aturan Internasional

Bisnis.com,08 Jan 2015, 12:00 WIB
Penulis:

Bisnis.com, JAKARTA - Kebijakan pemerintah menenggelamkan kapal ikan asing ilegal tidak hanya bisa merusak hubungan antarnegara dan ekosistem laut, tetapi juga melanggar sejumlah aturan di dalam negeri dan internasional.

Menurut Bambang Harjo, anggota Komisi VI DPR RI yang juga pakar transportasi, setiap kapal memiliki flag state atau identitas fisik bendera kebangsaan kapal yang sudah diatur dalam UU No. 17/1985 pasal 90.

"UU itu menyebutkan setiap negara baik berpantai atau tidak berpantai dapat menjadi negara bendera atau flag state. UU ini meratifikasi Konvensi Hukum Laut PBB [UNCLOS] 1982," katanya, Kamis (8/1/2015).

Dengan demikian, menurut Bambang, pemerintah tidak asal menenggelamkan kapal ikan asing yang masuk perairan Indonesia secara ilegal karena bisa membuat negara asal kapal itu tersinggung.

"Kapal ikan ilegal itu sebaiknya dimanfaatkan saja, apalagi penenggelaman kapal justru akan merusak lingkungan dan keindahan laut karena banyak limbah bahan berbahaya dan beracun," ujarnya.

Aturan International Maritime Organization (IMO) Marpol Annex V Reg 1 mendefiniskan sampah laut adalah sampah bekas makanan dan segala buangan akibat operasional kapal.

Reg 3 menyebutkan pembuangan segala macam plastik, abu plastik yang mungkin mengandung racun dan residu metal dilarang dibuang ke laut. "Kapal yang ditenggelamkan masih mengandung limbah B3, seperti minyak, oli, dan residu metal," kata Bambang.

Dia mengatakan IMO sudah membuat aturan yang cukup ketat, termasuk cara pembuangan sampah di laut. 

Sebagai contoh, sampah yang dapat mengambang boleh dibuang pada jarak 25 nmil, sementara sampah makanan, kertas, kain boleh dibuang 12 nmil.

Adapun untuk cairan berminyak dari kapal sesuai Marpol Annex 1 Reg 31 pembuangannya melalui oil water separator (OWS) 15 ppm. Sampah makanan seblum dibuang harus dihancurkan terlebih dahulu bila dibuang kurang dari 3 nmil.

"Untuk perlindungan lingkungan di laut tercantum di UU No. 32/2009, pelanggarnya diancam pidana penjara minimal 3 tahun dan denda Rp3 miliar hingga Rp10 miliar," ungkap Bambang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor:
Terkini