JAKARTA-- Di tengah rezim suku bunga tinggi saat ini, penurunan tingkat bunga kredit menjadi oase tersendiri bagi debitur.
Hal itu yang ditangkap oleh manajemen PT Bank Central Asia Tbk. yang berencana menurunkan bunga kredit khusus untuk Kredit Pemilikan Rumah (KPR).
Jahja Setiaatmadja, Presiden Direktur BCA, mengatakan penurunan bunga kredit dimaksudkan untuk menggenjot penyaluran kredit baru (booking) KPR yang lesu sepanjang tiga kuartal tahun lalu.
"Kami rencanakan bunga KPR akan diturunkan sedikit lagi, memberi kesempatan masyarakat memiliki rumah sendiri," ujarnya kepada Bisnis, pekan ini.
Jahja enggan membeberkan seberapa besar tingkat bunga KPR akan diturunkan. Namun, dia menyebutkan nasabah akan memperoleh tingkat bunga tetap hingga lima tahun.
Sebelumnya, BCA telah menurunkan bunga KPR sebesar 25 bps pada Oktober 2014 sehingga memicu permintaan kredit baru naik 20%. Padahal, Outstanding KPR per September 2014 hanya tumbuh 0,9%.
Henry Koenafi, Direktur Konsumer BCA, menambahkan tahun ini pertumbuhan KPR ditargetkan 8%- 10%. "Jadi booking harus Rp19 triliun," ujarnya.
Dia menjelaskan, setiap bulan jumlah run off atau pengurangan oustanding karena pelunasan atau pembayaran angsuran oleh nasabah mencapai Rp1,1 triliun atau Rp13,2 triliun dalam satu tahun.
Henry Koenaifi mengungkapkan penyaluran KPR akan disesuaikan dengan permintaan yang ada di pasar.
"KPR yang digarap lebih ke tipe menengah. Mungkin penjualan akan naik sekitar Rp4 triliun," ucapnya pada Bisnis, Senin (19/1).
Pada 2014, lanjutnya, bank swasta terbesar di Tanah Air ini menerima cicilan (run off) berkisar Rp1,2 triliun setiap bulan. Henry mengungkapkan BCA masih menghitung akumulasi penyaluran KPR pada 2014.
Dia memprediksi outstanding KPR BCA akan mencapai Rp54 triliun pada akhir tahun lalu, atau tumbuh sekitar 2% atau senilai Rp1 triliun dari tahun sebelumnya. Meski pada tahun lalu penyaluran KPR lesu, katanya, pada 2015 akan lebih baik.
Dalam suku bunga dasar kredit (SBDK) untuk kredit konsumsi yang terdiri dari KPR dan non-KPR masing-masing 10,5% dan 9,71%. Sebelumnya, hasil survei Citi FinQ menyebutkan bahwa investasi masyarakat pada sektor properti telah berkurang karena ada beleid yang mengatur uang muka.
(Rivki Maulana/Novita Sari Simamora)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel