Baja Minta Harga Gas US$4, Industri Lain Ok Saja

Bisnis.com,28 Jan 2015, 20:50 WIB
Penulis: Dini Hariyanti

Bisnis.com, JAKARTA--Produsen logam dasar besi dan baja meminta gas untuknya dijual US$4 per MMBTU.

Indonesian Iron and Steel Industry Association (IISIA) menyatakan kenaikan harga gas US$1 mengakibatkan tambahan biaya produksi sebesar US$15 per ton.

Dengan harga gas US$4 per MMBTU perusahaan baja bisa meningkatkan produksi, sehingga negara mendapatkan manfaat lebih besar karena gas tersebut diolah industri yang menghasilkan nilai tambah lebih besar.

“Logikanya itu tadi, harga gas diturunkan seolah negara rugi dari gas. Tapi penerimaan dari pajak-pajak lain karena utilisasi industri meningkat jadi lebih banyak.

Secara keseluruhan tetap untung,” ujar Institutional Relation Director IISIA Edward Pinem, di Jakarta, Rabu (28/1/2015).

IISIA memproyeksikan secara umum jika harga gas turun maka pemerintah berpotensi kehilangan penerimaan US$130 juta per tahun. Tapi pada sisi lain pemerintah bisa menambah US$5 miliar dolar per tahun.

Selain penurunan harga gas, produsen baja juga meminta tarif listrik dipatok pada level Rp1.000 per kWh saja.

Permintaan ini diamini pengusaha dari industri semen yang mengusulkan agar tarifnya lebih rendah lagi, yakni di kisaran Rp850 – Rp900 per kWh.

“Karena harga semen turun Rp3.000 per sak atau Rp60.000 per ton, ini turun 5%. Harga semen turun, revenue produsen turun, maka listrik turun juga karena harga batu bara [untuk pembangkit listrik] PLN turun juga,” kata Ketua Asosiasi Semen Indonesia (ASI) Widodo Santoso.

Permintaan tersebut bertujuan untuk memberikan ruang kepada produsen semen melakukan efisiensi produksi. Penurunan tarif setrum diharapkan bisa membantu menekan ongkos produksi.

Sektor industri bahan galian nonlogam seperti semen porsi listrik dalam biaya produksi rerata 7,2%.

Sementara Asosiasi Produsen Pupuk Indonesia (APPI) mengaku produsen pupuk sulit beroperasi secara ekonomis dengan harga gas yang ada sekarang.

“Karena gas adalah bahan baku utama. Jadi kami sangat tergantung harganya dan ketersediaannya,” tutur Sekretaris Jenderal APPI Dadang Heru Kodri.

Perusahaan petrokimia mengemukakan pendapat senada dengan pupuk, semen, maupun baja. Penasihat PT Chandra Asri Petrochemical Tbk. Rifana Erni Arjakusumah mengklaim pihaknya menderita dengan harga gas dan kenaikan tarif listrik industri pada tahun lalu.

“Listrik kami sebetulnya bisa b to b dengan PLN, tetapi tetap masih tinggi harganya. Sedangkan gas industri itu prioritas paling akhir, jadi pasti kami akan kalah terus. Ketersediaan tidak sulit, cuma harganya tinggi,” kata Rifana.

Secara umum pemanfaatan gas bumi oleh industri terbesar digunakan untuk bahan baku mencapai 48%. Adapun yang diserap sebagai sumber energi yang terkait proses produksi sekitar 14%, sedangkan energi untuk utilitas 38%.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Rustam Agus
Terkini