TRANSAKSI DERIVATIF: Bank Devisa Harus Aktif

Bisnis.com,30 Jan 2015, 15:53 WIB
Penulis: Novita Sari Simamora

Bisnis.com, JAKARTA--Bank Indonesia (BI) meminta agar bank-bank devisa berbenah dan lebih aktif dalam melakukan transaksi derivatif, guna mempersiapkan transaksi lindung nilai yang wajib dilakukan di bank domestik pada 2017.

Deputi Task Force Finansial Bank Indonesia Nanang Hendarsah mengungkapkan dari 70 bank devisa, hanya 20 bank yang mampu melakukan transaksi tersebut.

"Transaksi derivatif ini penting, agar perbankan siap menghadapi 2017," ucapnya, Kamis (29/1).

Padahal sebelumnya, BI telah merilis pendekatan perhitungan eksposur kredit transaksi derivatif dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 7/3/PBI/2005 dan diubah oleh PBI Nomor 8/13/PBI/2006 tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) Bank Umum.

Adapun pendekatan baru untuk eksposur kredit transaksi derivatif terdiri dari dua bagian yakni counterparty credit risk atau pre-settlement risk dan settlement risk.

Head of Global Risk Taking PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) Widi Hantono mengungkapkan bank harus bisa mengelola exposure sesuai dengan BMPK. Widi yang merupakan anggota Indonesia Foreign Exchange Market Committee (IFEMC) mengungkapkan perbankan harus bisa mempertimbangkan perbedaan praktek yang terjadi di pasar dan besaran persentase tertentu risiko kredit transaksi derivatif.

"Penerapan transaksi derivatif bisa memberikan ruang gerak bagi perbankan dalam mengelola total exposure, seperti yang diungkapkan dalam peraturan BMPK 2006," katanya.

Sementara itu dalam PBI yang dirilis pada 2006 menyebutkan BMPK untuk transaksi derivatif dihitung berdasarkan risiko kredit transaksi derivatif. Risiko kredit transaksi derivatif terdiri dari tagihan derivatif ditambah potential Future Credit Exposure.

PRINSIP KEHATI-HATIAN
Dalam kesempatan yang sama, BI menegaskan agar perbankan lebih siap untuk melihat risiko, pada tahun ini dan tahun berikutnya. Nanang menambahkan sebelumnya BI telah meluncurkan PBI Nomor 16/21/PBI/2014 tentang Penerapan Prinsip Kehati-hatian Dalam Pengelolaan Utang Luar Negeri Korporasi Nonbank terdapat rasio hedging minimum 25% dari selisih negatif antara aset valuta asing (valas) dan kewajiban valas.

PBI tersebut nantinya akan mendorong permintaan hedging. Apalagi mengingat adanya kewajiban korporasi non-bank untuk  melakukan transaksi derivatif dengan bank di Indonesia yang akan berlaku pada 1 Januari 2017.

Hingga November 2014, posisi utang luar negeri swasta mencapai US$160,54 miliar, sedangkan utang pemerintah senilai US$133,85 miliar. BI mencatatkan hanya 13% nilai utang luar negeri yang sudah melakukan transaksi lindung nilai  (hedging), sedangkan 87% belum hedging.

Nanang mengharapkan agar bank perbankan domestik mempersiapkan produk hedging. Dia mengharapkan agar 50 bank devisa lain dan juga bank-bank yang ada di daerah juga menyiapkan infrastruktur hedging.
Dia mengungkapkan dari segi infrastruktur, hanya beberapa bank yang siap untuk menggenjot transaksi derivatif.

Transaksi derivatif adalah transaksi yang didasari oleh suatu kontak atau perjanjian pembayaran yang nilainya merupakan  turunan dari nilai instrumen yang mendasari, sepeti suku bunga, nilai tukar, komoditas, ekuiti dan indeks, baik yang diikuti dengan pergerakan atau tanpa pergerakan dana atau instrumen.

SEO & Institutional Coverage Treasury Client Solutions BNI Jafri Nurhamsyah mengungkapkan dari perseroan telah menerapkan pendekatan baru sejak 2014. Menurutnya, dengan adanya beleid yang dirilis BI terkait prinsip kehati-hatian mengelola utang, maka permintaan hegding bisa meningkat sekurangnya 25%.

 

 
 
 
 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Rustam Agus
Terkini