INDEKS SEKTOR AGRIBISNIS Lanjutkan Pelemahan Hingga Pagi Ini, Simak Ulasan Analis

Bisnis.com,03 Feb 2015, 10:49 WIB
Penulis: Fatia Qanitat
Indeks sektor perkebunan melemah/Ilustrasi

Bisnis.com, JAKARTA— Pergerakan indeks saham gabungan emiten perkebunan masih melanjutkan pelemahannya hingga pagi ini, Selasa (3/2/2015).

Indeks sektor agribisnis itu pun terpantau menjadi satu-satunya sektor yang melemah diantara sembilan indeks sektoral yang tercatat di Bursa Efek Indonesia.

Pagi ini, indeks agribisnis dibuka turun 0,27% ke 2.248,51, dan masih melemah 0,21% ke 2.237,81 pada pukul 10.37 WIB. Sepanjang hari ini indeks bergerak pada kisaran 2.237,14-2.254,05.

Berdasarkan catatan Bisnis, indeks sempat berada pada posisi paling tinggi yakni 2.367 pada awal Januari 2015. Namun indeks saham gabungan emiten perkebunan terus menurun, sehingga terjadi penurunan sekitar 5,27% sampai saat ini.

Walaupun begitu, kondisi indeks saham gabungan emiten perkebunan ini masih berada dalam level yang lebih baik dibanding kuartal terakhir 2014, yang sempat berada pada level 1.966,9 pada pertengahan Oktober.

Menurut Analis Buana Capital Teuku Hendy Andrean, kondisi seperti ini masih akan terus berlanjut karena belum ada momentum khusus yang bisa menjadi katalis dari pergerakan bisnis perkebunan.

"Mungkin baru terlihat dan ada yang mendorong pada semester II nanti. Bisa jadi saat kondisi di Malaysia yang terkena banjir lalu sudah mulai membaik. Ini juga belum pasti," tuturnya saat dihubungi Bisnis.

Reza Nugraha, Analis PT MNC Securities, memperkirakan harga CPO pada tahun ini berada pada kisaran 2.200 ringgit-2.400 ringgit per ton. Dengan peluang pertumbuhan yang tidak terlalu tinggi, emiten perkebunan tindak menjadi pilihan yang menarik bagi investor.

“Investor kan mencari peluang yang naiknya lebih tinggi, di saham-saham favorit. Untuk sementara waktu harga saham dari emiten perkebunan akan berada pada titik support-nya,” ujarnya.

Selain karena harga CPO yang tidak kunjung membaik dan tingkat permintaan melambat, kondisi penurunan ini juga disebabkan oleh persaingan antara komoditas substitusi lain yang sangat ketat. Perbaikan kemungkinan terjadi jika produksi CPO tumbuh signifikan pada akhir kuartal I/2015.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Gita Arwana Cakti
Terkini