Cerita Lurah di Jakarta yang Hanya Terima Gaji Pokok

Bisnis.com,25 Feb 2015, 10:08 WIB
Penulis: Newswire
Lurah Gondangdia Jakarta Pusat Susan Jasmine Zulkifli./jokowicenter.com

Bisnis.com, JAKARTA— Kisruh pembahasan APBD DKI Jakarta 2015 antara Gubernur Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dengan DPRD DKI Jakarta berdampak luas.

SIMAK: Dua Bulan Tak Gajian, Istri Anggota DPRD DKI Bertanya-tanya

 

Selain rencana pembangunan Ibu Kota yang tersendat, terlambatnya pengesahan APBD membuat pejabat DKI tak menerima gaji penuh. Camat Jatinegara, Syofian Taher, mengakui pembahasan APBD DKI yang belum rampung berpengaruh pada besaran gaji yang diterimanya.

"Baru terima gaji pokok bulan lalu," kata dia saat dihubungi  Selasa (24/2/2015).

Padahal, pejabat DKI setingkat lurah, camat, dan wali kota berhak atas beragam tunjangan selain gaji pokok. Seorang lurah, bisa membawa pulang Rp33 juta saban bulan bila menerima gaji pokok Rp 2 juta plus tunjangan jabatan, tunjangan kinerja statis dan dinamis, serta tunjangan transportasi. Sementara, camat mengantongi Rp 48 juta tiap bulan dan wali kota mencapai Rp75 juta.

Syofian mengaku belum menerima tunjangan. Dia menduga alotnya pembahasan APBD menjadi penyebab belum cairnya tunjangan tersebut. Kondisi itu disikapi dengan lebih ketat dan cerdik mengatur pengeluaran dalam keluarga.

"Kebetulan istri saya punya penghasilan juga, jadi pengeluaran ditanggung bersama," katanya.

Hal senada diungkapkan Lurah Kelapa Gading Timur, Tulus Harjo. Belum cairnya tunjangan membuat dia cemas. Sebab, sebagai pegawai negeri, kata dia, ada harapan memeroleh kenaikan penghasilan lewat tunjangan kinerja. Beruntung karena istrinya punya sumber penghasilan lain.

"Anggap saja situasinya seperti tahun lalu yang tak dapat tunjangan apa pun," ujarnya.

 Kementerian Dalam Negeri mengancam menunda gaji gubernur dan DPRD selama enam bulan bila hingga 31 Desember 2014 APBD tidak disahkan. Pemberian sanksi tersebut tertuang dalam Surat Edaran Nomor 903/6865/SJ yang ditandatangani Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo.

Isi suratnya, para pejabat yang berwenang menyusun dan mengesahkan APBD akan menerima konsekuensi keterlambatan. Sanksi ini diatur dalam Undang-Undang 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, Pasal 321 ayat 2.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Nancy Junita
Terkini