Ini Kiat Bukit Asam Genjot Pendapatan 16,7% Saat Harga Batu Bara Anjlok

Bisnis.com,03 Mar 2015, 22:06 WIB
Penulis: Yodie Hardiyan
Ilustrasi

Bisnis.com, JAKARTA--- Di tengah merosotnya harga batu bara sejak 2012 sampai saat ini, PT Bukit Asam (Persero) Tbk. (PTBA) justru membukukan pendapatan Rp13,08 triliun pada 2014 atau tumbuh 16,7% dibandingkan dengan Rp11,21 triliun pada 2013.

Perusahaan pengelola batu bara milik negara itu menjual sebanyak 17,96 juta ton atau meningkat  dibandingkan dengan 17,76 juta ton pada 2013.

Sekretaris Perusahaan PTBA Joko Pramono mengatakan penjualan itu 52% di antaranya untuk pasar domestik, sisanya pasar ekspor.

“Volume penjualan itu berasal dari produksi dan pembelian PTBA sebesar 18,17 juta ton atau 102% dibandingkan dengan produksi dan penjualan tahun 2013 sebesar 17,81 juta ton,” ujar Joko dalam keterangan tertulis yang diterima Bisnis, Selasa (3/3/2015).

Dari jumlah itu, 15,5 juta ton di antaranya merupakan produksi PTBA Unit Pertambangan Tanjung Enim di Sumatera Selatan dan 0,85 juta ton produk anak perusahaan yaitu PT Internasional Prima Coal di Kalimantan Timur serta 1,8 juta ton merupakan pembelian batu bara dari pihak ketiga oleh anak perusahaan, PT Bukit Asam Prima.

Dengan pendapatan tersebut, PTBA membukukan laba bersih sebesar Rp2,2 triliun pada 2014 atau meningkat 9% dibandingkan Rp1,85 triliun pada tahun sebelumnya. Perseroan mengklaim menempati urutan teratas di kancah industri batubara nasional.

Joko menjelaskan kinerja PTBA itu dicapai berkat sejumlah strategi efisiensi untuk menekan biaya produksi seperti optimalisasi operasional penambangan dengan optimalisasi jarak angkut di lokasi tambang.
 
Selain itu, perseroan juga memprioritaskan penggunaan peralatan operasional tambang yang menggunakan tenaga listrik yang dihasilkan oleh PLTU 3x10 MW di mulut tambang dan tenaga listrik dari PLTU 2x8 MW milik perseroan sendiri untuk mendukung operasional Pelabuhan Tarahan di Bandar Lampung, Lampung.
 
“Kedua PLTU tersebut menggunakan batu bara yang tidak layak jual (fine coal) dan kelebihan daya (excess power) dari yang digunakan dijual ke PLN,” tulis Joko.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Saeno
Terkini