Bisnis.com, MEDAN - Otoritas Jasa Keuangan melakukan pemeringkatan provinsi-provinsi yang memiliki jumlah pengaduan konsumen jasa keuangan tertinggi di Indonesia sepanjang 2014 sampai dengan 11 Maret 2015.
Kusumaningtuti S.Soetiono, Anggota Dewan Komisioner Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan, Sumatra Utara masuk dalam lima besar provinsi yang memiliki pengaduan tertinggi di Indonesia.
"Nomor satu itu Jakarta, nomor dua Jawa Barat, nomor tiga Jawa Timur, nomor empat Jawa Tengah dan nomor lima Sumatera Utara," katanya usai pembukaan Workshop Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan di salah satu hotel di Kota Medan, Sumatra Utara, Selasa (17/3/2015).
Dijelaskannya, jumlah pengaduan konsumen jasa keuangan di Tanah Air yang masuk ke OJK sepanjang 2014 sebanyak 2.197, dan dari Januari 2015 sampai dengan 11 Maret 2015 sudah masuk lagi 308 pengaduan. Jika diakumulasikan, sepanjang 2014 dan sampai dengan 11 Maret 2015, di DKI Jakarta terdapat 847 pengaduan, Jawa Barat 430, Jawa Timur 418, Jawa Tengah 306 dan Sumatra Utara 194.
Dari jumlah pengaduan tersebut, layanan sektor perbankan adalah yang paling banyak diadukan, diikuti Asuransi, lembaga pembiayaan dan pasar modal. Pada sektor perbankan, keluhan terbanyak mengenai agunan kredit dan alat pembayaran menggunakan kartu. Klaim polis paling sering dikeluhkan di sektor asuransi dan perilaku debt collector yang kurang memberikan rasa nyaman paling dimasalahkan nasabah di lembaga-lembaga pembiayaan.
Tingginya angka pengaduan konsumen jasa keuangan di Sumut menjadi pertimbangan OJK menggelar workshop. Terlebih di daerah ini juga sudah beberapa kali terjadi pembobolan rekening simpanan maupun kartu kredit nasabah bank. Begitu juga mulai marak kembali tawaran investasi-investasi ilegal atau sering diistilahkan dengan Investasi Bodong.
Namun dia tidak menilai bahwa jumlah pengaduan itu menjadi indikator kinerja pelayanan industri jasa keuangan di Indonesia yang amburadul. Malah, katanya, bisa jadi, jumlah pengaduan tersebut mengindikasikan pemahaman masyarakat mengenai jasa keuangan yang semakin baik.
OJK sendiri, lanjutnya, saat ini lebih memilih untuk memperbanyak kegiatan-kegiatan yang edukatif dan persuasif dalam menjalankan tugasnya. Seperti dengan melakukan workshop dan program Regulator Mengajar di sekolah-sekolah.
Kegiatan workshop perlindungan konsumen sektor jasa keuangan di Medan merupakan kegiatan ketiga yang sudah digelar OJK pada 2015 setelah sebelumnya dihelat di Jakarta dan Bandung. Seperti di dua daerah sebelumnya, dalam workshop di Medan yang digelar sampai 19 Maret, OJK mengundang kalangan perbankan, perusahaan-perusahaan asuransi, pembiayaan, sekuritas, dana pensiun serta perusahaan penjamin yang berkantor di Medan dan sekitarnya. Adapun kegiatan Regulator Mengajar dilaksanakan di SMP 1 Harapan Medan yang dilakukan langsung oleh Kusumaningtuti.
Heru Kristiana, Deputi Komisioner Pengawasan Bank IV OJK mengatakan, selain melakukan sosialisasi dan edukasi, OJK juga tetap melakukan penindakan terhadap pengaduan-pengaduan yang masuk. Malah, kinerja penindakan OJK saat ini sudah didukung oleh dua pejabat kepolisian yang ditempatkan oleh Mabes Polri, masing-masing berpangkat Brigadir Jenderal Polisi dan Inspektur Jenderal Polisi.
Kedua pejabat Polri itu akan memimpin langsung pengusutan kasus-kasus yang masuk ke OJK berdasarkan pengaduan yang diterima, baik yang baru maupun yang belum tuntas. "Kami harapkan kasus-kasus yang dulu belum selesai sekarang bisa dikejar," ujar dia. Sayangnya, Heru enggan menyebutkan lebih detil kasus-kasus yang masih menjadi pekerjaan rumah OJK tersebut.
Investasi Bodong
Lebih jauh, pada kesempatan itu, Kusumaningtuti S.Soetiono, Heru Kristiana, Kepala Regional 5 Sumatra OJK Ahmad Soekro Tratmono dan Difi Ahmad Johansyah, Kepala Kantor Perwakilan bank Indonesia Sumatra Utara, sama-sama meminta masyarakat untuk mewaspadai tawaran investasi bodong.
"Tawarannya sangat menggiurkan, imbal hasil yang diberikan sampai 30% sebulan," ujar Ahmad Soekro. Padahal persentase imbal hasil itu menurutnya tidak masuk akal karena mustahil diperoleh dengan cara-cara yang benar atau sesuai aturan.
Besarnya persentase imbal hasil itu menurut dia menjadi ciri utama investasi bodong. Dan dia yakin pihak yang menawarkannya tidak pernah memberikan penjelasan bagaimana dana investasi dikelola sehingga dapat menghasilkan imbal hasil sebesar itu, baik secara langsung, maupun dengan menerbitkan brosur atau booklet. Setiap lembaga jasa keuangan resmi menurutnya selalu menerbitkan atau memberikan penjelasan yang lengkap mengenai produk-produk yang ditawarkan.
Ciri kedua investasi bodong adalah proses keikutsertaan nasabah yang sangat mudah dan ketiga yakni adanya tokoh masyarakat yang menjadi semacam marketing atau dijadikan referensi. Ajakan tokoh masyarakat akan memudahkan 'calon korban' menanamkan uangnya tanpa memikirkan risiko.
Kemudian, lanjut Ahmad Soekro, investasi bodong juga biasanya ditawarkan hanya melalui internet, tidak berhubungan langsung dengan nasabah. Padahal, lembaga jasa keuangan resmi selalu ingin mengetahui lebih detil mengenai data, identitas bahkan sampai ke perilaku nasabahnya baik dengan bertatap muka secara langsung maupun dengan sarana-sarana komunikasi lain yang dapat menjalin kedekatan.
Difi Ahmad Johansyah, Kepala Kantor Perwakilan bank Indonesia Sumatra Utara menambahkan, salah satu hal terpenting mengenai legalitas bisnis jasa keuangan adalah lembaga pengawas. Dia meminta masyarakat untuk mewaspadai lembaga jasa keuangan yang tidak dapat memastikan atau mencantumkan dengan tegas nama lembaga pengawas di dalam produknya.
"Walaupun itu perusahaan dari luar negeri, tetapi tidak memiliki lembaga pengawasyang resmi di Indonesia, hindari! kalau uang masyarakat diputar di luar negeri, pertanyaannya, siapa yang mengawasi itu? Jadi saya tekankan, berhati-hatilah dengan investasi yang pengawasnya tidak jelas," paparnya
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel