Bisnis.com, JAKARTA - Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) diminta meningkatkan koordinasi lembaga supervisi perbankan dalam menghadapi kondisi perekonomian saat ini.
Koordinasi lembaga supervisi ini diperlukan agar dapat menghasilkan kebijakan yang efektif bagi industri perbankan.
Praktisi bankir senior Widigdo Sukarman mengatakan peranan supervisi kedua lembaga itu sangat diperlukan dalam menghadapi krisis.
Dampak krisis pada 1997 yang begitu besar pada industri perbankan karena tidak diikuti dengan kebijakan pengawasan dan supervisi industri perbankan yang memadai.
"Belum ada social safety net dan aturan kepailitan bagi bank saat itu. Ini merupakan lesson learned yang harus menjadi perhatian bahwa suatu perubahan dan diikuti dengan tindak lanjut yang baik," ujarnya dalam acara peluncuran buku Liberasi Perbankan Indonesia di Menara BTN, Rabu (18/3/2015).
Industri perbankan saat ini, menurutnya, selalu terbuka sejalan dengan semangat globalisasi. Indonesia perlu menata kembali struktur industri perbankan tanpa menunggu krisis yang mungkin saja terjadi.
"Jangan sampai seperti yang sudah terjadi kita baru melakukan penataan supervisi setelah krisis berlangsung dan mengurusa sumber daya yang besar," ucap Dosen Magister Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Gajah Mada ini.
Terlebih, lanjutnya, tekanan terhadap industri perbankan saat ini sangat besar. Nilai tukar rupiah melemah, kualitas kredit yang mulai memburuk, dan likuiditas yang mulai melonggar.
Selain itu, ada peningkatkan konsentrasi industri perbankan yang berada pada beberapa bank sehingga perlu disikapi dampak yang lebih dini.
"Gejala saat ini sama seperti yang dialami pada 1997 lalu. Pengawas harus segera bertindak," katanya.
Widigdo menuturkan struktur industri perbankan difokuskan agar bank dapat mendukung perekonomian Indonesia.
Hal itu dilakukan dengan memfokuskan setiap bank dengan konsentrasi pelayanan sesuai dengan sektor yang dikuasainya.
"Jangan memberikan kepada satu bank yang kuat saja tetapi konsentrasinya harus merata antarbank seperti ada bank khusus perumahan, bank pembiayaan jangka panjang, UMKM, transaksi pembayaran dan konsumer. Ini harus dipertimbangkan small is beautiful ketimbang too big to fail," tutur Widigdo.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel