Produsen Ban Minta BM Naik Jadi 40%

Bisnis.com,27 Mar 2015, 10:40 WIB
Penulis: Dini Hariyanti
Produsen Ban Minta BM Naik Jadi 40%./

Bisnis.com, JAKARTA- Produsen ban meminta bea masuk impor dari luar Asean dinaikkan ke level 40% lantaran mereka terancam produk impor yang membanjiri pasar domestik.

Ketua Asosiasi Perusahaan Ban Indonesia (APBI) Azis Pane menyatakan bea masuk ban dari luar Asean harus dinaikkan guna menahan arus impor. Saat ini bea masuk berkisar 15% dan asosiasi menginginkan persentase ini ditambah jadi 30% - 40%.

"Akuisisi Pirelli oleh China National Chemical dikhawatirkan bakal jadi tameng. Kalau mereka tempatkan pabrik di berbagai negara Asean, jadinya kan impor ke Indonesia nol persen," katanya kepada Bisnis..

APBI menyatakan Indonesia kini jadi sasaran empuk ekspor ban kendaraan penumpang dari China dan India. Pasokan ban di dua negara ini melebihi permintaan sehingga produsen melempar sisanya ke pasar ekspor, salah satunya Indonesia.

Kelebihan produksi di China dan India terjadi akibat krisis ekonomi di kawasan Eropa dan negara-negara Amerika Serikat. Oversupply di Negeri Tirai Bambu diperparah akibat berhentinya skema Generalised System of Preference (GSP) dari Paman Sam.

"Impor ban tumbuh sekitar 7% sampai 10% per tahun. Impor agaknya tahun ini sedang tidak besar karena apresiasi dolar," ujar Azis.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pada 2013 impor ban mencapai 437 juta ton ber-SNI dan 99 juta ton di antaranya non-SNI, volume ini setara US$212 juta. Sebanyak 70% dari populasi ban kendaraan impor disebutkan berasal dari China dan India. Karet bundar ini disebut APBI beredar dengan harga sangat bersaing alias murah.

Suplai yang bertambah tentu bikin kompetisi harga semakin riuh. Masing-masing perusahaan ingin produknya jadi yang terlaris melalui harga lebih murah dibandingkan dengan merek lain. Untuk mencapai itu maka kualitas produk dikurangi.

APBI menilai hal itu sebagai bentuk praktik dagang yang tidak sehat (unfair trade). Belum lagi ban asal India dan China disinyalir masuk dari jalur-jalur tikus alias ilegal. Asosiasi mengklaim separuh dari ban yang di domestik tak lain produk selundupan.

Produk ilegal tersebut masuk dengan cara memalsukan dokumen pabean. Selain perkara legal dan tak legal juga ada penyalahgunaan label Standar Nasional Indonesia (SNI) karena kualitas produk ternyata tidak sesuai syarat yang ditetapkan.

Azis menegaskan banyaknya ban impor bukan disebabkan produsen di Tanah Air tidak bisa memenuhi permintaan. "Tapi karena ada pihak yang memanfaatkan keuntungan dagang ban impor jadi separuh kebutuhan domestik diisi impor," ucapnya.

Impor tak terkendali bukan hal aneh mengingat peraturan hanya mencakup ban untuk kendaraan komersil, tidak mencakup ban kendaraan penumpang. Sebetulnya ban untuk passenger car juga diwajibkan SNI tetapi belum ada instrumen yang bisa menjamin keabsahannya tatkala ban dibeli dari luar negeri.

Keluhan yang dikemukakan APBI mewakili sebelas perusahaan ban yang memiliki basis produksi di Indonesia. Mereka adalah PT Goodyear Indonesia Tbk., PT Bridgestone Tyre Indonesia, PT Gajah Tunggal Tbk., PT Sumi Rubber Indonesia, PT Industri Karet Deli, PT Suryaraya Rubberindo Industries, PT Elang Perdana Tyre Industry, PT Hung-A Indonesia, PT Banteng Pratama Rubber Co. Ltd., PT Surabaya Kencana Anugerah, dan PT United King-Land.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Linda Teti Silitonga
Terkini