Bisnis.com, JAKARTA -- Defisit keuangan Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial Kesehatan pasti kembali berulang tahun ini jika iuran premi tidak dinaikan.
Riduan, Direktur Keuangan BPJS Kesehatan menyatakan setelah diaudit lembaganya mengalami defisit Rp3,3 triliun pada 2014.
Jumlah ini setara 11,55% dari iuran yang masuk. Sementara awal tahun ini defisit tetap terjadi walau jumlahnya lebih kecil.
"Hingga Februari [defisit] mengalami penurunan," jelas Riduan, Senin (13/4/2015).
Namun besaran defisit hingga akhir tahun belum dapat diperkirakan.
Ia menjelaskan, aturan pemerintah yang mengizinkan rumah sakit menagih hingga dua tahun setelah pengobatan menjadi faktor defisit sulit diperkirakan.
Pasalnya panjangnya umur klaim membuat pihak BPJS kesulitan memperkirakan arus kas. Untuk itu diharapkan maturity claim ini dapat dipersingkat menjadi enam bulan.
Ia menegaskan sejumlah langkah telah disiapkan badan bila defisit kembali terjadi pada tahun ini. Langkah pertama adalah bantuan dari APBN.
Tahun ini melalui APBN Perubahan 2015, pemerintah menyiapkan Rp5 triliun untuk BPJS. Dari jumlah ini Rp3,46 triliun merupakan estimasi dana operasional sehingga seluruh iuran yang terkumpul pada tahun ini dapat dipergunakan membayar klaim.
Sedangkan sisanya Rp1,54 triliun menjadi cadangan bila defisit semakin membesar.
Selain itu berdasarkan aturan, badan juga menggunakan modal awal pembentukan BPJS Kesehatan yang berasal dari Askes dan Jamsostek sebesar Rp6 triliun sebagai talangan.
Badan juga mengalokasikan 10% asetnya untuk dana talangan. Saat ini aset BPJS Kesehatan mencapai Rp11 triliun.
"Jadi diluar PMN Pemerintah kita siapkan bantalan Rp7 triliun," imbuhnya.
Sementara jika defisit terus melebar maka opsi terakhir yang diambil adalah kenaikan iuran. BPJS dapat mengajukan penyesuaian tarif setiap dua tahun.
Saat ini pemerintah sedang menimbang opsi kenaikan Rp10.000 untuk peserta mandiri namun ditentang DPR.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel