Bisnis.com, JAKARTA – Rencana iuran jaminan pensiun sebesar 8% dinilai berlebihan dan membebani ekonomi.
Steven Tanner, aktuaris dan pimpinan perusahaan Dayamandiri Dharmakonsilindo, menjelaskan negara bertanggung jawab pe nuh terhadap program jaminan pen siun sesuai undang-undang. Me nurutnya, penumpukan iuran di Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan dari Juli 2015 hingga manfaat kali pertama dibayarkan pada 2030 merupakan tindakan yang keliru.
“Buat apa uangnya ditumpuk dan membebani, padahal ada mekanisme lain yakni pay as you go (PAYG) yang dapat diterapkan se hingga tidak membebani dunia usaha,” kata Steven, Selasa (14/4).
PAYG merupakan skema pendanaan jangka pendek. Perhitungan manfaat pensiun yang disiapkan hanya untuk yang jatuh tempo pada masa tertentu. Metode ini juga tidak bergantung pada pada asumsi jangka panjang seperti risiko pasar keuangan, inflasi, investasi, kebocoran hingga salah kelola.
Adapun program jaminan pensiun yang disiapkan untuk BPJS Ketenagakerjaan mendekati skema fully funded. Melalui skema ini, iuran yang dihimpun akan diinvestasikan sehingga cukup untuk membayar manfaat pensiun pada masa mendatang.
Steven menambahkan saat ini beban program wajib yang harus ditanggung pengusaha telah menumpuk. Setidaknya sebuah perusahaan harus membayar iuran wajib 15,24%-17,74% dari beban gaji setiap bulannya, sedangkan pekerja menanggung 3%. Menurutnya, beban ini akan se makin besar jika iuran jaminan pensiun diterapkan seketika 8% dengan komposisi 5% pengusaha dan 3% pekerja.
“Padahal dengan skama PAYG iuran dapat naik secara bertahap,” katanya.
Steven mengakui besaran jaminan pensiun di Indonesia termasuk yang terendah di dunia karena baru program Jaminan Hari Tua yang diberlakukan. Namun, iuran jaminan negara lain tinggi karena sistem jaminan sosialnya telah berlangsung lama. Di Indonesia, katanya, tidak ada pembayaran pensiun dalam 15 tahun ke depan sehingga tidak perlu langsung di terapkan iuran dalam jumlah besar.
“Iuran di Amerika mulai dari tingkat yang rendah 2% dan kini 2015 baru 12,4%. Kanada mulai dengan 3,6% dan kini 9,9%.”
Menurutnya, kekhawatiran skema PAYG akibat berakhirnya bonus demografi dan meningkatnya angka harapan hidup, dapat ditanggulangi dengan menjaga rasio ketergantungan penduduk usia lanjut pada kisaran 20%. Dia mengatakan dengan rasio ini maka usia pensiun akan bergeser jadi 65 tahun pada tahun 2040.
Heru Juwanto, Direktur Pengawasan Dana Pensiun dan BPJS Ketenagakerjaan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan jaminan pensiun yang disusun pemerintah seharusnya mempertimbangkan semua lini. Menurutnya, dalam beleid ini yang di jamin cukup kebutuhan dasar yakni penambahan manfaat pesangon serta jaminan hari tua.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel