IURAN BPJS KETENAGAKERJAAN: Pemerintah Diminta Tidak Monopoli

Bisnis.com,19 Apr 2015, 23:09 WIB
Penulis: Anggara Pernando
Target BPJS Ketenagakerjaan pada 2015. / Bisnis

Bisnis.com, JAKARTA -- Pengusaha yang tergabung dalam Asosiasi Dana Pensiun Lembaga Keuangan mendesak pemerintah agar tidak mematikan industri melalui penetapan iuran wajib BPJS Ketenagakerjaan yang tinggi. 

Ricky Samsico, Kepala Bidang Humas Asosiasi Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK) mengatakan pemerintah seharusnya tidak menerapkan monopoli dana pensiun melalui BPJS Ketenagakerjaan dengan penetapan iuran wajib yang tinggi.

"Seharusnya iuran wajibnya cukup 3%. Jangan semuanya diberikan ke satu badan lalu mematikan industri yang lain," jelas Ricky di Jakarta, seperti dikutip Minggu (19/4/2015).

Dia mengingatkan jika pemerintah bersikeras menetapkan iuran sebesar 8% seperti dalam RPP akan banyak pengelola dapen tutup karena pengusaha lebih memilih BPJS Ketenagakerjaan yang diwajibkan. Padahal, menurut Ricky, peserta berhak memilih untuk menyiapkan manfaat pensiun yang sesuai dengan profil risiko masing-masing.

"Monopoli itu tidak baik. Belum lagi banyaknya masyarakat yang harus dilayani [BPJS Ketenagakerjaan] tentu tidak akan maksimal," jelasnya.

Ricky yang juga Head of Pension Sales Employee Benefits Distribution Manulife Financial ini menjelaskan jika pemerintah menerapkan iuran pensiun sebesar 3% maka jumlah ini sudah memenuhi total manfaat pensiun sesuai dengan standar organisasi buruh internasional (ILO) yakni sebesar 40% dari gaji pokok terakhir.

Selain itu, pekerja juga memiliki pesangon pensiun dan jaminan hari tua yang jika dirata-ratakan akan menyumbang pemasukan 25% dari gaji terakhir. Sehingga secara total para pensiun akan memperoleh pendapatan rerata 65% dari gaji. Besaran iuran ini juga akan membuat industri dana pensiun tumbuh karena masih tersisa ruang ekspansi.

"Sekarang semuanya disandarkan ke BPJS Ketenagakerjaan," imbuhhya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Fatkhul Maskur
Terkini