Iuran OJK Lebih Baik Dihapus

Bisnis.com,23 Apr 2015, 21:20 WIB
Penulis: Annisa Sulistyo Rini
Bisnis.com, JAKARTA--Polemik soal pungutan di industri keuangan kembali menyeruak setelah Bank Indonesia menilai iuran Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang dibebankan kepada kalangan industri keuangan lebih baik ditiadakan.
 
Direktur Eksekutif Departemen Statistik Bank Indonesia Hendy Sulistiowati menjelaskan selain membebani industri keuangan, terutama perbankan, OJK sebagai lembaga pengawas dituntut untuk independen.
 
"Sebaiknya iuran pungutan OJK dihilangkan saja supaya OJK kalau ada apa-apa tidak merasa pekewuh [sungkan] dengan bank-bank," ucapnya seperti dikutip dari Harian Bisnis Indonesia edisi Kamis (23/4/2015).
 
Menanggapi hal ini, Wakil Ketua Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Gus Irawan Pasaribu menjelaskan industri perbankan saat ini dibebani oleh tiga lembaga otoritas, yakni BI, OJK, dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
 
Kepada bank sentral, bank-bank diwajibkan menyimpan dananya di BI dalam bentuk giro wajib minimum (GWM) primer sebesar 8% dari total dana pihak ketiga dan GWM primer sebesar 4% dari surat-surat berharga yang dikeluarkan perbankan dengan bunga 2,5%.
 
"Dari dana yang jadi GWM itu bank cuma dapat bunga BI 2,5%, padahal kalau dana itu dialokasikan ke kredit bunganya bisa hingga belasan persen. Bank juga mengeluarkan dana untuk membayar tabungan dan depositokan yang besarnya 7% hingga 9%," ujarnya.
 
Adapun LPS membebani bank dengan premi penjaminan sebesar 0,02% per tahun dari total simpanan yang dijamin dan bank-bank masih ditambah dengan iuran OJK sebesar 0,045% dari aset yang dimiliki bank.
 
Menurutnya, pandangan untuk menghapus iuran OJK tersebut merupakan pandangan yang baik. Namun, untuk menghapus ketentuan tersebut harus melalui revisi undang-undang. Hal ini disebabkan pungutan tersebut diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11/2014.
 
Terlebih, OJK ke depannya akan diarahkan untuk lepas dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Saat ini, dana untuk program OJK senilai Rp1,8 triliun berasal dari APBN dan sekitar Rp1,8 triliun berasal dari iuran perbankan.
 
Sementara itu, kalangan industri perbankan menolak rencana OJK untuk bebas dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) pada 2017.
 
Presiden Direktur PT Bank Maspion Indonesia Tbk Herman Halim mengatakan target OJK tersebut sangat memberatkan bank kecil.
 
"Rencana OJK untuk lepas dari APBN pada 2017 sangat memberatkan bagi bank. Apalagi pungutannya sekitar 0,03% dan akan menjadi 0,045% dari aset. Ini berat untuk bank kecil," ujarnya.
 
Menurutnya, pungutan OJK membuat beban yang ditanggung oleh industri perbankan semakin banyak dan membuat laba yang diperoleh semakin menyusut.
 
Direktur Utama PT Bank Mandiri Tbk Budi Gunadi Sadikin juga meminta adanya pemangkasan pungutan OJK. Dia mengusulkan skema pembayaran pungutan ini disesuaikan dengan aset yang dimilik setiap bank.
 
"Pembayarannya sesuai dengan aset bank. Jadi makin besar aset makin kecil penyetoran pungutan OJKnya," tuturnya. 
 
Adapun sepanjang 2014 OJK telah mengantongi dana hasil pungutan pelaku jasa keuangan nasional yang mencapai Rp2 triliun. Dana hasil iuran lembaga jasa keuangan dan pasar modal tersebut akan digunakan untuk kebutuhan kerja OJK pada 2015. Total anggaran kebutuhan program kerja OJK pada 2015 tercatat Rp3,7 triliun. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Rustam Agus
Terkini