Bisnis.com, JAKARTA - Sejak diadopsi menjadi sistem bisnis perbankan, proporsi aset keuangan syariah terhadap industri keuangan nasional nyatanya masih memprihatinkan karena hanya berada di bawah 5%. Padahal, dari sisi kelembagaan terbilang cukup variatif.
Wakil Presiden Jusuf Kalla menguraikan jawaban serta solusi terkait minimnya peran ekonomi syariah di Indonesia. Menurutnya, hal itu disebabkan keuangan syariah dianggap tidak kompetitif dibandingkan dengan keuangan konvensional.
“Jawabannya sederhana, pendirian para pengusaha ingin bisnisnya maju. Walaupun banyak lembaga kalau tak ada yang menggunakan, bagaimana mau maju?” tanyanya dalam pidato Pembukaan Muktamar ke-3 Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI) di Gedung Kementerian Keuangan, Kamis (30/4/2015).
Menurutnya, tidak banyak pengusaha yang memahami pentingnya keuangan syariah, terbukti sebanyak 80% lebih masyarakat masih menggunakan layanan keuangan konvensional, tidak lebih dari 20% yang memakai jasa syariah.
Solusinya, pemangku kepentingan perlu membawa keuangan syariah lebih kompetitif. Inti dalam memenangkan persaingan ialah membentuk sistem secara baik, murah, dan cepat. Untuk itu, Kalla meminta pelaku kebijakan memberi insentif bagi sektor keuangan syariah.
Solusi lain, pemerintah dan pelaku sektor keuangan perlu mendorong kesadaran masyarakat untuk menggunakan layanan keuangan syariah.
Terakhir, pelaku keuangan syariah harus membawa sistem dengan istilah yang lebih universal agar bisa diterima khalayak umum. Dia menegaskan Indonesia hanya perlu mengembangkan sistem keuangan syariah, bukan mempopulerkan nama dan istilahnya.
“Kita harus membawa sistem lebih hidup, lebih mendasar sebagai sistem. Jangan menjual sesuai selera Islam dengan bahasa Arab, tetapi sesuaikan dengan selera nusantara,” tandasnya.
Berdasarkan data Laporan Perkembangan Keuangan Islam 2014 ICD Thomson Reuters, Indonesia menempati peringkat ketiga pemilik institusi keuangan syariah terbanyak yakni mencapai 78 perusahaan.
Namun secara aset, Indonesia hanya berada di urutan kesembilan yakni senilai US$35,6 miliar. Indonesia diungguli negara tetangga Malaysia yang memiliki nilai aset US$423,3 miliar padahal jumlah institusinya hanya 76 lembaga.
Bahkan aset perbankan hanya berada di level US$19,1 miliar, jauh lebih rendah dari aset perbankan Malaysia yang mencapai US$170,2 miliar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel