Bisnis.com, JAKARTA-- Bank Indonesia (BI) masih memberi kesempatan bagi perusahaan-perusahaan milik negara maupun swasta untuk melakukan transaksi lindung nilai atau hedging dengan bank yang berada di luar negeri hingga Juli 2017.
Deputi Task Force Financial BI Nanang Hendarsyah mengatakan, saat ini dari 70 bank devisa yang dapat melakukan transaksi lindung nilai hanya 25 bank yang aktif. Bank-bank yang aktif tersebut terdiri dari bank pelat merah, bank asing, serta bank swasta nasional devisa yang termasuk bank besar.
BI akan menerapkan sanksi pada perusahaan yang memiliki eksposure dalam bentuk valuta asing, namun tidak melakukan hedging seperti yang ditentukan pada kuartal IV/2015.
Saat ini, bank-bank yang aktif tersebut dinilai bank sentral masih dapat menyerap permintaan hedging dari beberapa perusahaan. Namun, bank sentral belum bisa memerkirakan apakah bank-bank yang aktif melakukan hedging tersebut mampu menyerap demand apabila perusahaan ramai-ramai melakukan hedging di akhir tahun.
"Oleh karena itu, masih memungkinkan bagi mereka untuk melakukan hedging dengan bank yang berada di luar negeri, hingga Juli 2017," ucapnya seusai acara Seminar Hedging: The Benefit and Implementation Challenges in Indonesia di Jakarta, Rabu (20/5/2015).
SDM
Nanang menjelaskan, untuk mendorong bank-bank itu aktif dalam hedging tidaklah mudah, karena memerlukan sumber daya manusia (SDM) yang mumpuni serta sistem akuntasi yang baik. Terlebih terdapat beberapa bank devisa kecil yang merupakan bank daerah, dan belum memiliki SDM dengan kualitas setara dengan bank-bank besar yang berpusat di Jakarta.
"SDM dan sistem akuntansinya juga harus bagus untuk hedging karena tetap ada risikonya," tutur Nanang.
Selain itu, dalam salah satu peraturan Bank Indonesia yang diterbitkan pada 2006 ditentukan maksimum besaran volatilitas yang digunakan untuk menentukan besaran ekspansi transaksi derivatif adalah 1%.
Nanang menyebut, bank-bank yang aktif melakukan hedging lebih konservatif dengan menerapkan tingkat volatilitas sebesar 10%. Namun, tidak semua bank memiliki kemampuan untuk melakukan transaksi derivatif.
"BI sendiri sudah mulai melakukan sosialisasi kredit line untuk transaksi derivatif karena berbeda dengan kredit biasa. Kalau loan biasa sudah settlement, untuk transaksi derivatif belum tentu," katanya.
Untuk mendorong perusahaan-perusahaan melakukan hedging untuk mengantisipasi gejolak nilai tukar mata uang, Ketua Tim Task Force Pendalaman Pasar Keuangan BI Tresna Wilda Suparyono mengatakan, salah satu upaya yang dilakukan bank sentral antara lain menggandeng lembaga negara seperti Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia, Komisi Pemberantasan Korupsi, Kementerian Keuangan, Kementerian BUMN, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, serta Kejaksaan Republik Indonesia.
"Kami ingin perusahaan-perusahaan tersebut lebih yakin dalam melakukan transaksi lindung nilai karena didukung oleh lembaga-lembaga negara. Kuartal IV atau akhir tahun ini semuanya sudah harus melakukan hedging terhadap eksposure valas," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel