Bisnis.com, JAKARTA - Tjho Winarto, nasabah Bank Permata yang dananya raib, terus berusaha mencari titik temu dengan pihak bank pertama mulai dari awal sidang mediasi.
Kuasa hukum Tjho Winarto, Sugeng Purwanto, mengatakan dalam sidang mediasi hari Rabu (3/6/2015), Winarto belum bisa mengubah besaran ganti rugi karena pihak Bank Permata belum mengajukan proposal kesepakatan selama sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
"Hakim mediator meminta Bank Permata untuk menyebutkan proposal besaran ganti rugi dalam sidang hari Rabu depan tanggal 10 Juni 2015. Hakim menyatakan sidang akan dilanjutkan ke pokok perkara bila tidak tercapai kesepakatan antara kedua belah pihak," ujarnya dalam siaran pers yang diterima Bisnis.com, Kamis (4/6/2015).
Sementara itu, Tjho Winarto menambahkan dirinya merupakan potret nasabah secara umum yang relatif lemah.
Dalam banyak kasus tindak kejahatan perbankan, nasabah berada di posisi lemah mengingat adanya kesenjangan informasi antara bank dan nasabah seperti pada kasus pembobolan rekening yang dialaminya.
"Sebesar apapun kekuatan saya maupun nasabah lainnya tidaklah mudah menghadapi lembaga perbankan besar yang memiliki segala sumber daya. Namun demikian, peran regulator, penegak hukum, PPATK dan media telah membantu pengungkapan hal yang baru atas sengketa kasus pembobolan rekening Bank Permata," katanya.
Sepanjang perjalanan kasusnya lebih dari sembilan bulan, Winarto mencatat beberapa indikasi yang menunjukkan kurangnya itikad positif pihak bank.
Indikasi pertama yakni bagaimana sejak awal pihak Permata terus menerus berdalih bahwa transaksi pembobolan rekeningnya adalah valid dan otentik, meskipun kasusnya sangat kental dengan tindak kriminal.
Bank Permata, lanjutnya, baru merevisi pernyataan di akhir Januari 2015 bahwa kasus pembobolan rekeningnya adalah tindak kriminal setelah Winarto melaporkan kasus ini ke Dit Reskrimsus Polda Metro Jaya Sub Divisi Fiskal Moneter Devisa pada 19 Januari 2015.
Dia menyayangkan pihak Bank Permata membutuhkan waktu 5 bulan dalam penyelidikan ini.
"Sebagai perbandingan, Bank Indonesia sudah dapat memberikan pernyataan bahwa pembobolan rekening Winarto merupakan kasus kriminal dalam kurun waktu kurang dari dua pekan di November 2014, sekaligus menyatakan kasus ini berpotensi seperti kasus Melinda Dee," tutur Winarto.
Indikasi berikutnya terlihat dari niat pihak Permata yang berubah-ubah dalam hal komitmen memberikan ganti rugi pada bulan Desember 2014-Januari 2015.
"Awalnya mau ganti 100%, terus turun 75%, dan turun lagi jadi 50%," ujarnya.
Selain itu, dari awal proses mediasi di hadapan hakim mediator tanggal 21 April 2015 Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Winarto bersama kuasa hukumnya telah berusaha mencari titik temu dengan memberikan angka perdamaian yang jauh di bawah gugatan awal.
"Namun, pihak Bank Permata tidak pernah menyebutkan angka perdamaian yang ditawarkan oleh mereka," ucapnya.
Dalam sidang terakhir hari Rabu (3/6/2015), hakim mediator meminta Bank Permata untuk menyebutkan angka perdamaian tetapi tidak bisa dijawab oleh kuasa hukum bank Permata.
"Sidang ditunda ke hari Rabu tanggal 10 Juni untuk mendengarkan penawaran angka perdamaian dari Bank Permata, sekaligus masuk ke pokok perkara jika tidak tercapai kesepakatan antara kedua belah pihak," terang Winarto.
Sidang perdata ini telah dimulai lebih dari 2 bulan lalu sejak tanggal 24 Maret 2015.
Sebelumnya, Winarto mengajukan gugatan pada 17 Februari lalu dengan dengan nomor gugatan perdata 92/pdt.g/2015/pn/jaksel. Winarto menggugat Bank Permata untuk membayar ganti rugi Rp 32 miliar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel