Bisnis.com, JAKARTA -- Ibarat pemain bola handal yang bermain bola di lapangan kering, kini harus lebih mawas diri saat arena pertandingan diguyur hujan. Kondisi tersebut itulah yang saat ini harus dihadapi industri perbankan.
Di tengah perlambatan ekonomi, perbankan kian berhati-hati dalam menjalankan bisnis bank. Untuk mengetahui lebih jauh tentang kondisi tersebut, Bisnis.com mewawancarai Presiden Direktur PT Bank Internasional Indonesia (BII) Tbk. Taswin Zakaria. Berikut petikannya:
Apa BII bakal melakukan revisi rencana bisnis bank (RBB)?
Sejauh ini kami masih on track. Namun, kami ada pembicaraan untuk adanya rencana revisi. Revisi ini, murni karena pertumbuhan ekonomi melambat.
Dalam merancang RBB, kami tak hanya memakai asumsi kami, tetapi menggunakan asumsi sesuai dengan arahan pertumbuhan kredit 15%. Kalau arahan pertumbuhan kredit 15% maka industri biasanya tumbuh 2%-3% di atas arahan itu. Jadi, saat persiapan RBB tahun lalu, kami juga mengikuti tren industri.
Kini kalau mau melihat realistisnya pertumbuhan ekonomi cukup mengecewakan, bukan hanya 5%, tetapi di bawah 5%. Saya pikir kalau kami bisa tumbuh 13%-15% itu sudah cukup bagus.
Terkait pelonggaran kebijakan loan to value (LTV), apakah itu bakal meningkatkan kredit?
Secara teori iya. Seharusnya relaksasi itu bisa menstimulasi pertumbuhan kredit. Namun, ini akan kembali lagi pada ekonominya. LTV sifatnya adalah kebijakan pendukung. Yang lebih penting adalah pertumbuhan ekonomi, daya beli konsumen, kepercayaan konsumen untuk bisa melakukan spending, kepercayaan bisnis untuk investasi. Kalau kepercayaan bisnis enggak tumbuh, maka instrumen kebijakan itu enggak akan bisa mengubah banyak.
Saat ini, ada indikasi perlambatan daya beli konsumen, sehingga sangat besar pengaruhnya terhadap volume penjualan kendaraan. Jadi, seberapa besar kebijakan down payment bisa menggenjot kontraksi bisnis yang drastis itu.
Hal lain, selain ekonomi dan daya beli, maka exchange rate sudah Rp13.300 per dolar dan itu berpengaruh kepada harga barang, ditambah lagi dengan pajak daerah yang tiap tahun meningkat. Kecuali ada stimulasi di hal-hal seperti itu.
Apakah pertumbuhan yang melambat ini menjadi new normal era?
Saya enggak mau spekulasi. Cuma fluktuasi ekonomi global dan kerentanan terus terjadi hingga sekarang, saya enggak tahu apakah ekonomi dunia ini mencoba mencari ekuilibrium baru dari sisi supplay and demand.
Mungkin terlalu dini untuk dinyatakan sebagian new normal. Karena kita bisa dipengaruhi recovery AS, kemudian juga lemahnya permintaan komditas dan anjloknya harga minyak. Ini suatu yang sudah lama terjadi pada kita. Kalau dilihat negara yang kuat seperti China dan India tumbuh cukup kuat. Saya masih yakin kekuatan ekonomi sedang shifting.
Pemerintah perlu memberikan sinyal positif. Saat ini pasar masih menyesuaikan dan ini yang belum ditangkap dan hasilnya perlambatan ekonomi. Kita memang dipengaruhi AS, ada juga faktor dalam negeri yang mempengaruhi.
Tanggapan Anda soal Fed Fund Rate? Bagaimana dampaknya ke Indonesia?
Mungkin Fed Rate akan naik. Secara logika bisa saja mengantisipasi capital reversal, bisa saja Bank Indonesia menaikkan suku bunga tetapi kalau saya melihat, saat ini BI dalam posisi enggak gampang menaikkan suku bunga. Ada bank yang harus diperhatikan. Ada kondisi ekonomi yang melambat dan exchange rate yang tertekan. Saya melihat bahwa BI akan mempertahankan [Bunga].
Bagaimana strategi BII dalam mengelola likuiditas?
Sampai kuartal I/2015, margin bunga bersih (net interest margin/NIM) kami membaik sedikit. Itu mungkin karena strategi kami yang lebih selektif dalam mengelola likuiditas yang cukup ketat. Kami tiap minggu memonitor likuiditas melalui mini Alco. Lalu, kami membuat keputusan kira-kira harus menyerap likuiditas atau tidak. Memonitor ketat sudah berjalan setahun, fokus masih tetap pada dana murah (CASA), sedangkan time deposit itu diterima hanya jika diperlukan. Kini CASA kami cukup baik dan hampir 40% dari dana pihak ketiga.
Secara umum, kami melihat likuiditas, khususnya di time deposit, stabil dan tidak juga turun, interbank juga cukup likuid. Segmen korporasi juga cukup baik, ritel juga cukup terjaga, sejauh ini likuiditas enggak mengkhawatirkan, karena ekonomi yang lesu.
Tipe deposan BII lebih menyukai deposito berapa bulan?
Mayoritas di 1 bulan, ada juga di 3 bulan. Saya fikir wajar di kondisi sekarang menempatkan di instrumen jangka pendek.
Bagaimana potensi pembaikan NIM?
NIM Maret 2015 di level 4,85%. Pada April 2015, NIM kami membaik menjadi sekitar 4,87% dari posisi sebelumnya di tahun 4,83%. Kontribusi peningkatan NIM karena kami lebih menjaga likuiditas dan pengelola pricing loan.
Apa ada rencana untuk menerbitkan obligasi?
Ada rencana untuk menerbitkan NCD (negotiable certificate of deposit), sebab bisa 2 tahun. Ini bisa juga untuk diversifikasi dana. Harapan bisa pada kuartal III, tetapi akan melihat kondisi saat puasa ini.
Kenapa tren menerbitkan NCD lebih marak?
Secara cost iya lebih mudah.. Karena kalau obligasi lebih long duration dan bank juga enggak tau kondisi suku bunga secara jangka panjang.
Kalau ekonomi melambat, maka kredit melambat, bagaimana risiko peningkatan NPL?
Kalau kredit melambat, maka pembagi akan naik. Memang ada kenaikan secara industri perbankan, kini NPLindustri sudah di level 2,4%. Kami sendiri pun sudah mengantisipasi melihat porfolio yang kita carry over. Sampai kuartal I/2015, kami sudah mencadangkan Rp420 miliar, naik cukup banyak dari kuartal pertama tahun sebelumnya sekitar 25%.
Bagaimana dengan tren pembaikan laba?
Fee income kami juga membaik, dibantu dengan memonitor, sehingga kondisi interest income cukup baik, operating cost itu berkurang jauh secara pertumbuhan, walaupun kami mencadangkan provisi lebih banyak. Recovery aset belum optimal, karena kondisi ekonomi masih melambat.
Berapa lama bisa recovery debitur yang bermasalah?
Tergantung kondisi ekoenomi. Kalau NPL besar itu, masih terkait dengan sektor energi, yakni komoditas, minyak dan gas sehingga sangat mempengaruhi restrukturisasi saat ini.
Kami akan coba fleksible. Kalau revenue tidak bertumbuh, kami akan coba jaga cost agar tidak bertumbuh. Kita akan sesuaikan, mana yang menjadi cost penting dan mana yang tidak.
Sampai akhir tahun proyeksi revenue bisa berapa ya?
Ini belum bisa diberitahu... Berharap yang terbaik (sambil tertawa)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel