Bisnis.com, JAKARTA—Kalangan perbankan syariah meminta pemberlakuan relaksasi pajak untuk pembayaran sewa penggunaan fasilitas milik induk perusahaan.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Bank Syariah Indonesia (Asbisindo) Achmad K. Permana mengatakan bank umum syariah (BUS) dan unit usaha syariah (UUS) memiliki kekuatan efisiensi berupa leveraging yakni peluang untuk memanfaatkan fasilitas milik induk perusahaan.
Ketika masih berstatus sebagai unit usaha, Permana menuturkan UUS tersebut diperbolehkan mengakses infrastruktur induknya tanpa biaya dan pajak sebab masih dalam satu entitas.
Namun, lanjut Permana, ada perubahan ketika UUS tersebut memisahkan diri menjadi entitas baru yang lepas dari induknya. Menurut dia, unit syariah tersebut harus membayar untuk bisa menggunakan infrastruktur induknya.
“Skema yang berlaku nanti yakni anak perusahaan itu membayar fasilitas yang diberikan induknya. Yang menjadi challenge yakni bagaimana agar tak ada tax di situ,” ujar Permana kepada Bisnis di Jakarta, belum lama ini.
Dengan adanya pajak dalam pembayaran sewa fasilitas induk tersebut, kata Permana, berpotensi menggerus besaran pendapatan yang diperoleh BUS. “Jika tax-nya bisa kami keluarkan maka akan bagus sekali.”
Permana menyebutkan usulan ini masuk dalam beberapa proposal yang diajukan Asbisindo ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Kementerian Keuangan. Tujuannya, untuk memberikan keberpihakan insentif bagi industri yang telah beroperasi selama 20 tahun tersebut.
“Sehingga industri syariah itu tidak bersaing dengan bank konvensional yang sudah tumbuh ratusan tahun. Dengan relaksasi ini, industri akan tumbuh lebih normal dan tidak dibebani. Nanti kalau sudah sama besar [dengan bank konvensional], bebannya sama tidak apa-apa,” jelas Permana.
Selain relaksasi pajak penyewaan tersebut, Permana menuturkan pihaknya juga tengah mengajukan relaksasi pajak untuk produk deposito mudharabah di industri perbankan syariah.
Permana menjelaskan kalangan perbankan syariah berharap besaran pajak deposito mudharabah tersebut diperkecil menjadi berkisar 5%-10% atau setara dengan pajak yang dikenakan pada produk reksa dana. “Sehingga masyarakat bisa menghargai unique value dari mudharabah.”
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel