Investor Harapkan Belanja Modal Pemerintah Lebih Agresif

Bisnis.com,09 Jul 2015, 22:19 WIB
Penulis: Anggara Pernando
Bisnis.com, SINGAPURA -- Ekonom DBS di Singapura untuk pasar Indonesia Gundy Cahyadi menyatakan para investor melihat Indonesia masih memiliki potensi tumbuh dalam jangka panjang. Perlambatan yang terjadi saat ini merupakan tantangan dalam jangka pendek.Tingkat kepercayaan diri investor ini menurut Gundy terbukti dengan masih naiknya investasi dari investor asing ke Indonesia.
 
"Hingga Juni [2015] capital inflow mencapai US$ 22 miliar dolar," kata Gundi pada DBS Regional Media Briefing di Singapura, Kamis (9/7/2015).
 
Namun, Gundy mengingatkan ekspektasi investor ini harus dijaga oleh pemerintah. Menurutnya grafik konsumsi yang semakin tinggi sebagai penyumbang produk domestik bruto menjadi signal bagi pemerintah untuk mencari sumber baru memperbesar PDB terutama dari investasi.
 
Gundy menuturkan, investor saat ini juga mencermati pelemahan rupiah yang mencapai 20%-25% semenjak 2013 namun disaat yang sama ekspor manufaktur cuma tumbuh 3%-4%. Data impor juga menunjukan penurunan, padahal 60% produk di Indonesia merupakan impor.
 
"Artinya faktor harga [yang lebih murah karena pelemahan kurs] tidak selamanya meningkatkan ekspor, kualitas juga harus ditingkatkan," katanya.
 
Gundy mengkhawatirkan jika rupiah terus melemah akan membuat investasi yang telah masuk akhirnya kembali hengkang. Pasalnya pelemahan rupiah tidak menolong ekspor maupun investasi.
 
"Untuk itu diperlukan pemerintah lebih aktif yang ditunjukan dengan realisasi belanja modal, dalam jangka panjang ekspektasi pertumbuhan Indonesia masih 6%" katanya.
 
Menurut Gundy, investor mengharapkan pemerintah sepanjang semester ke II bekerja lebih gesit sehingga belanja modal yang tersedia dapat terserap 55%-60%. "Jumlah ini [target penyerapan belanja modal] tidak terlalu berbeda dengan tahun lalu," katanya.
 
Selain itu, Gundy menilai, pemerintah tidak perlu alergi dengan hutang. Berdasarkan data statistik DBS negara dengan rating investasi sama dengan Indonesia tingkat utangnya mencapai rata-rata 35% dari GDP sedangkan Indonesia baru mencapai 25% artinya masih ada kapasitas yang dapat dimanfaatkan pemerintah sepanjang tujuannya untuk meningkatkan infrastruktur. DBS sendiri memperkirakan pada tahun ini pertumbuhan ekonomi Indonesia akan berada dikisaran 5,1%.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Mia Chitra Dinisari
Terkini