Mengajarkan Toleransi Antar Suku Melalui Program SabangMerauke

Bisnis.com,12 Agt 2015, 08:38 WIB
Penulis: Yulianisa Sulistyoningrum
Foto udara pulau Weh, Sabang, Naggroe Aceh Darussalam, Kamis (7/5)./Antara-M Agung Rajasa

Bisnis.com, JAKARTA -- Berawal dari  gagasan relawan pengajar muda Indonesia  yang pernah berpengalaman mengajar di  daerah terpencil, lahirlah program Seribu  Anak Bangsa Merantau Untuk Kembali  (SabangMerauke).  Sebuah program pertukaran  pelajar antar daerah yang dapat  mengajarkan anak Indonesia tentang  toleransi, pendidikan dan kenasionalan.

Sebagai negara kepulauan terbesar di  dunia, Indonesia memiliki lebih dari  17.500 pulau, 350 etnis suku, serta 480  bahasa dan budaya. Cakupan wilayah  Indonesia yang begitu luas dan  masyarakatnya yang sangat heterogen  menjadi tantangan begitu banyak generasi  muda Indonesia untuk meresapi toleransi.

"Masih kurangnya toleransi antar umat  beragama dan suku di Indonesia salah  satunya karena banyak dari mereka yang  tinggal dalam lingkungan yang homogen dan  seringkali memiliki keterbatasan akses  untuk saling mengenal keberagaman. Dari  sinilah tercetus ide kita untuk mengadakan  pertukaran pelajar antar daerah," ungkap  salah satu pendiri SabangMerauke, Ayu  Kartika Dewi dalam konferensi media di Annex Building, Jakarta, Selasa (11/8/2015).

Cita-cita yang ingin Ayu sampaikan adalah menyebarkan kebhinekaan kepada generasi muda Indonesia untuk menjadikan generasi muda sebagai generasi penggerak di daerah asalnya.

"kalau lebih banyak anak Indonesia mereka  akan tumbuh jadi orang yang percaya kebhinekaan, dan tujuan akhirnya adalah menjadikan Indonesia sebagai tempat yang damai," tuturnya.

Ayu mengatakan, jumlah peminat untuk berpartisipasi menjadi Anak SabangMerauke (ASM) terus meningkat dari tahun ke tahun.  Hal ini membuktikan tingginya minat anak-anak di berbagai pelosok Nusantara untuk mencoba hal baru dan mengenal keberagaman.

"Tahun ini kami menyeleksi 933 kandidat yang berasal dari 257 daerah di Indonesia. Kami berharap ketika kembali ke lingkungannya masing-masing para ASM bisa menjadi duta perdamaian," Ujar Ayu.

Ayu juga mengungkapkan bahwa biaya program pertukaran budaya ini sepenuhnya berasal dari sumbangan dan peserta tidak dipungut biaya sama sekali.

"Tahun ini untuk menyelenggrakan program ini sampai Rp250 juta. Yang mahal itu mendatangkan anak-anak dari pedalaman karena masih susahnya transportasi menuju ke daerah mereka," katanya.

Namun Ayu mengatakan besarnya biaya yang dikeluarkan akan sebanding dengan dampak yang akan dirasakan oleh peserta serta lingkungan di daerah asalnya.

"Yang kita perhitungkan bukan programnya tapi dampak programnya," tutupnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Mia Chitra Dinisari
Terkini