Bisnis.com, JAKARTA – Perusahaan asuransi diharapkan dapat memberikan klasifikasi standar kelaikan memberikan perlindungan perkapalan jelang diberlakukannya kewajiban penggunaan asuransi penyingkiran rangka moda transportasi itu pada September 2015.
Wakil Ketua Umum DPP Indonesia National Shipowners Association (INSA) Asmari Herry menilai hal itu perlu dilakukan agar seluruh pengusaha dan pemilik kapal dapat memenuhi kewajiban yang termuat dalam Peraturan Menteri Perhubungan No. 71/2013 tentang Salvage dan/atau Pekerjaan Bawah Air tersebut.
Dia menjelaskan kewajiban tersebut mestinya mulai diberlakukan pada 1 Maret 2015. Kemenhub akhirnya memberikan kelonggaran waktu hingga September 2015 agar asosiasi dapat mensosialisasi regulasi tersebut, terutama kepada anggota di sejumlah daerah.
Namun, saat ini pihaknya menyangsikan kesanggupan banyak pemilik kapal untuk memenuhi aturan yang mewajibkan pengusaha perkapalan untuk memiliki jenis perlindungan itu. Mayoritas anggota asosiasi dengan ketegori menengah ke bawah dinilai bakal kesulitan memenuhi standar asuransi agar mendapatkan perlindungan.
“Perusahaan asuransi perlu tahu kharakter atau kategori pemilik dan pengusaha kapal. Ada yang menengah-besar yang relatif sudah di-cover secara keseluruhan, ada yang menengah ke bawah,” ungkapnya kepada Bisnis pekan lalu.
Untuk memenuhi standar kelaiakan agar mendapat jasa perlindungan asuransi, lanjut Asmari, para pengusaha perkapalan tentunya mesti mengeluarkan biaya tambahan. Bahkan, dia mengatakan biaya tambahan tersebut bernilai signifikan sehingga dapat menganggu kondisi keuangan pemilik kapal.
Karena itu, dia berharap klasifikasi standar kelaikan dapat diterapkan, misalnya antara kapal domestik, internasional dan antarpulau.
“Misalnya, ada kapal yang bagian peralatannya sudah tua, tidak sesuai dengan standar yang berlaku sekarang. Kalau di-upgrade untuk diasuransikan biayanya jaug lebih mahal.”
Seperti diketahui, pada akhir tahun lalu Kemenhub mengeluarkan penerbitan Surat Edaran Menteri Perhubungan bernomor AL. 801/1/2 Phb 2014 tertanggal 8 Desember 2014 tentang kewajiban mengasuransikan kapal dengan Asuransi Penyingkiran Kerangka Kapal dan/atau Perlindungan Ganti Rugi.
Ketetapan itu dikeluarkan sebab selama ini banyak kapal yang tenggelam dibiarkan oleh pemilik sehingga menimbulkan pendangkalan dan mengganggu pelayaran. Surat edaran tersebut juga merupakan implementasi dari Undang-undang No. 17/2008 tentang Pelayaran, khususnya Pasal 203 dan Permenhub No. 71/2013.
Di sisi lain, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) selaku regulator pun akhirnya mendorong perusahaan asuransi kerugian di Indonesia membentuk konsorsium asuransi yang akan menjadi penanggung untuk aktivitas asuransi penyingkiran kerangka kapal dan asuransi perlindungan serta ganti rugi kapal di Indonesia.
Beberapa perusahaan asuransi kerugian yang bergabung, di antaranya PT Tugu Pratama Indonesia yang menjadi ketua konsorsium, Asuransi Sinar Mas, Asuransi Wahana Tata dan Jasindo.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel