Khimar, Ekspansi Bisnis dengan Sistem Agen

Bisnis.com,08 Sep 2015, 12:55 WIB
Penulis: Nenden Sekar Arum
Khimar. /Bisnis.com

Bisnis.com, JAKARTA - Memiliki produk dan bisa dijual secara ritel biasanya memang memberikan keuntungan yang lebih besar dibandingkan dengan penjualan secara grosir atau partai besar.

Namun, tidak semua produsen menilai penjualan ritel bisa membuat bisnis tumbuh signifikan. Hal tersebut seperti dipikirkan oleh Lina Wildana, produsen khimar dengan merek Syar’ee.

Lina mengawali bisnisnya sebagai pemasok berbagai macam jenis jilbab dan khimar kepada para pedagang grosir secara online sejak 2012. Dia memilih untuk berjualan grosir karena melihat karakteristik pembeli online cenderung membeli dalam jumlah banyak.

“Kalau penjualan ritel kami tidak bisa tahu tren pembeliannya seperti apa dan biasanya lebih tidak stabil dibandingkan dengan penjualan secara grosir atau agen, yang setiap bulannya sudah dipastikan ada pembelian dalam jumlah tertentu,” katanya.

Selama 2 tahun menjalani bisnisnya itu, respons yang diterima Lina dari konsumen cukup baik, hingga beberapa kali ada pelanggan yang menanyakan ketersediaan sistem keagenan, Lina pun melihat ada peluang yang besar dengan mengaplikasikan sitem keagenan dalam bisnisnya.

Namun, karena saat itu masih menjual berbagai jenis merek, sistem keagenan pun belum bisa dijalankan. Sambil mengonsep sistem dan skema untuk agen, akhirnya Lina pun tergerak untuk memproduksi produk dengan brand sendiri.

“Kalau masih jual produk dengan merek orang lain, agak susah untuk dibuat keagenan, karena biasanya agen itu sebagai perwakilan dari sebuah merek,” katanya.

Kemudian, pada awal 2014 Lina pun memproduksi khimar dengan brand Syaree pertamanya, dan hingga saat ini sudah 10 macam produk yang dia produksi dibantu oleh 10 orang tenaga kerja.

Dalam sehari, Syaree bisa memproduksi sekitar 100 lembar khimar segiempat, 100 lembar khimar instan atau bergo, dan 30 setel gamis. Masing-masing produknya tersebut dijual dengan kisaran harga Rp53.000 hingga Rp

Dengan brand yang sudah diluncurkannya itu, Lina semakin mantap menerapkan skema keagenan eksklusif, yakni, hanya ada satu penjual produk dengan brand Syaree di satu kota.

Syarat untuk menjadi agen Syaree pun tergolong mudah, setelah berbelanja dan dipastikan di daerahnya belum ada agen Syaree yang eksis, calon agen harus berbelanja minimal satu paket senilai Rp1 juta, nilai tersebut setelah dipotong diskon sebesar 35% dari harga ritel.

Kemudian, belanja selanjutnya ditarget minimal senilai Rp500.000 dalam sebulan. Jika dalam beberapa bulan agen tidak aktif dan tidak bisa mencapai target, maka status agen bisa dicabut dan dialihkan oleh manajemen pusat.

“Karena Syaree pusat tidak menjual secara ritel, jika ada konsumen yang berminat membeli akan langsung kami arahkan kepada agen terdekat dari lokasi konsumen,” katanya.

Hingga saat ini, Lina sudah memiliki 60 agen Syaree yang tersebar di berbagai daerah, seperti kawasan Jabodetabek, Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan Sumatra.

Agar memudahkan para agen untuk memasarkan produknya, Lina juga tengah mengembangkan sistem penjualan secara online khusus bagi para agen. Sehingga, konsumen yang ingin berbelanja secara ritel bisa berbelanja di Syaree.com dengan perantara agen.

Dari bisnis produksi dan penjualan khimar dengan konsep keagenan ini, Lina mampu meraup omzet sekitar Rp150 juta per bulan, dan tumbuh sekitar 30% setiap Ramadan atau menjelan Lebaran tiap tahunnya.

“Saat ini kami belum berencana untuk meningkatkan kapasitas produksi, tetapi lebih fokus untuk ekspansi dan mengembangkan sistem untuk agen,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Fatkhul Maskur
Terkini