Ekonomi Indonesia saat ini lesu. Yang paling pusing adalah salesman manufacturer karena sulit mencapai target. Bagaimana dampaknya kepada masyarakat umum?
Ibarat ada 3 kotak atau kelompok:
1. Konsumen supermarket
2. Konsumen minimarket
3. Konsumen pasar traditional
Konsumen supermarket
Selama 10 tahun terakhir kotak supermarket ramai diisi konsumen belanja. Inilah efek konsumerisme driven economi. Di mana-mana dulu antre di kasir sampai setumpuk troli isinya penuh. Entah buat apa, dulu beberapa oknum PNS belanja luar biasa sampai kita pikir ini buat kulakan grosir atau bagaimana.
Teman saya pernah menghitung average purchase belanja konsumen di hypermarket mencapai Rp2 juta setiap belanja. Inilah akibatnya jumlah hypermarket di Indonesia berlebihan. Jumlah hypermarket di Indonesia melebihi Taiwan, Hong Kong, Malaysia bahkan Thailand. Aneh bukan?
Kelompok konsumen supermarket inilah yang sekarang anjlok. Bagaimana tidak, dulu ada oknum membelanjakan APBD dicampur dengan belanja konsumen sehari-hari. Anggaran pembangunan dipakai beli Louis Vuitton, Gucci, bahkan orang USA saja disana tidak belanja barang-barang branded.
Anomali pasar supermarket di Indonesia sudah berlebihan dan sekarang dikoreksi. Ini juga yang terjadi di pasar property. Pasar properti sepuluh tahun terakhir mengalami booming yang overheat, sehingga harga terkoreksi. Namun demand properti akan terus naik. Koreksi pasar bersifat jangka pendek.
Konsumen minimarket
Yang belanja di minimarket kelompok masyarakat kebutuhan sembako oleh karena itu dampaknya tidak seperti di kelompok supermarket. Penurunan penjualan di Alfamaret dan Indomaret tidak sedrastis supermarket. Inilah potret dampaknya krisis Indonesia yang real di masyarakat umum.
Beberapa bagian dari konsumen minimarket adalah buruh industri, PHK buruh industri mungkin terdampak sehingga terjadi penurunan penjualan tetapi efeknya tidak separah konsumen supermarket.
Konsumen pasar traditional
Kelompok konsumen ini masih mewakili 70% penjualan konsumen total di Indonesia. Konsumen pasar traditional kebanyakan jalur distribusi grosir. Omzet bagian ini yang tahan krisis, karena sebagian besar adalah sembako.
Bagaimana pun kondisi ekonomi masyarakat tetap butuh gula, beras, kecap dan Mie instan. Kalau disurvey mungkin manufacturer biskuit penjualannya turun 40% dibandingkan tahun lalu tetapi manufacturer Mie instan tidak menurun. Mungkin cenderung meningkat. Inilah dampaknya real krisis Indonesia.
Oleh karena itu bagaimana kita menyikapinya? Apakah menurut Anda wajar penjualan konsumen supermarket drop? Apakah memang wajar koreksi daya beli Indonesia terjadi di konsumen supermarket.
Oleh karena itu pemerintah perlu memilih prioritas rescue atau penyelamatan kepada kelompok konsumen pasar traditional. Dan tak usah risau dan kembali kepada jaman anomali belanja supermarket di masa lalu.
Penulis:
Goenardjoadi Goenawan
Penulis 10 buku buku manajemen
Trainer dan konsultan mengenai membuka paradigma baru tentang uang
goenardjoadi @ gmail.com
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel