Bisnis.com, JAKARTA — Lebih dari 20 gabungan organisasi massa, akademisi, serta mahasiswa mendukung penuh kenaikan target cukai tembakau pemerintah dalam RAPBN 2016 yang dianggap ini sebagai win-win solution bagi masyarakat dan pemerintah dalam penanggulangan masalah tembakau di tengah perekonomian negara yang sedang merosot saat ini.
Ketua Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan UI Hasbullah Thabrany mengatakan cukai rokok dapat menjadi alternatif bagi pemerintah untuk mendanai sektor strategis lain seperti pembangunan, perbaikan performa BPJS, bahkan untuk bantuan memperbaiki kesejahteraan bagi petani dan buruh rokok itu sendiri.
“Suara dukungan ini akan kami serahkan kepada Presiden, DPR RI serta seluruh Kementrian terkait” tuturnya dalam siaran pers yang diterima Bisnis.com, Sabtu (12/9/2015).
Wakil Direktur Lembaga Demografi Universitas Indonesia Abdillah Ahsan mengatakan dari Data BPS dan Kementrian Keuangan menunjukkan peningkatan jumlah produksi rokok sebesar 47% dari 235.5 miliar batang (2005) menjadi 346 miliar batang (2013), namun tren jumlah pekerja industri ini justru sebaliknya.
“Kebijakan cukai rokok selama ini sudah pro industri rokok kretek dan kecil dengan melakukan tugasnya untuk perlindungan tenaga kerja melalui penyesuaian tarif.” Ujarnya.
Dukungan kenaikan cukai yang disampaikan oleh masyarakat ini didasarkan pada beberapa fakta berikut:
1. Berdasarkan perhitungan proyeksi ekonomi, target kenaikan cukai tembakau dalam RAPBN 2016 hanya akan menaikkan harga rokok sebesar Rp 35 per batang. Dengan harga ini, Indonesia masih menjadi salah satu Negara dengan harga rokok termurah di dunia.
2. Zat adiktif dalam rokok menyebabkan permintaan terhadap produk ini inelastik, artinya perokok tidak akan berhenti membeli rokok dengan perubahan harga yang sangat kecil.
3. Cukai pada rokok adalah instrumen pemerintah yang memang digunakan untuk mengendalikan penggunaan produk yang mengandung zat adiktif ini yang membahayakan pengguna dan lingkungannya, sesuai dengan filosofi cukai itu sendiri
4. Penerimaan pemerintah dari cukai rokok tidak sebanding dengan biaya dampak kesehatan yang harus ditanggung Negara
5. Pembayar cukai bukan industri namun perokok sendiri yang tidak sedikit diantaranya adalah masyarakat miskin.
Dukungan rencana beleid Kementerian Keuangan ini disampaikan oleh, PKEKK UI (Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan Universitas Indonesia), IAKMI (Ikatan Ahli Kesehatan Indonesia), YLKI (Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia), LD UI (Lembaga Demografi Universitas Indonesia), TCSC (Tobacco Control Support Center), MTCC (Muhammadiyah Tobacco Control Center), PDPI (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia), KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia) dan lainnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel