Pemerintah Harus Antisipasi Defisit Neraca Perdagangan Indonesia-China

Bisnis.com,15 Sep 2015, 21:51 WIB
Penulis: Muhammad Avisena
Ilustrasi/chinatechnews.com

Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah diharapkan segera melakukan antisipasi terhadap semakin tingginya defisit neraca perdagangan RI-China.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik tercatat ekspor RI ke China pada Agustus 2015 tidak mengalami pertumbuhan berarti dengan nilai ekspor nonmigas sebesar US$1,111 miliar atau hanya naik 0,57% dibanding kinerja ekspor ke negara tersebut pada Juli 2015 sebesar US$1,105.

Sedangkan impor Indonesia dari China pada periode yang sama justru melonjak hingga 39,71% dengan nilai impor non migas Agustus sebesar US$2,516 miliar, sedangkan pada Juli 2015 mencapai US$1,801 miliar.

Kepala BPS Suryamin mengatakan, pemerintah harus segera melakukan antisipasi perdagangan dengan China agar defisit neraca perdagangan yang dihasilkan tidak semakin tinggi. Pada Agustus saja, defisit yang dihasilkan mencapai US$1,41 miliar.

“Defisit neraca perdagangan yang dihasilkan tinggi sekali, US$10,15 miliar (Januari – Agustus 2015). Padahal defisit dengan Jepang sudah mengecil, dan dengan Amerika justru mengalami surplus. Potensi ekspornya besar, tapi impornya lebih besar,” kata Kepala BPS Suryamin, di Jakarta, Selasa (15/9/2015).

 Suryamin menilai, meningkatnya nilai impor Indonesia dari China tidak disebabkan karena langkah devaluasi yuan yang diambil oleh pemerintah China. Alasannya, meski mengalami peningkatan yang cukup besar dibanding Juli, nilai impor pada Agustus tidak jauh berbeda dibanding pada Juni, Mei, maupun April.

Impor Indonesia dari China pada Juni 2015 misalnya, mencapai US$2,62 miliar atau lebih tinggi 3,9% dibanding impor dari China pada Agustus. Sedangkan untuk, Mei dan April 2015 masing-masing sebesar US$2,3 miliar dan US$2,4 miliar, jumlah tersebut tidak terpaut jauh dari nilai  impor pada Agustus.

Peningkatan impor pada Agustus secara month to month, lanjut Suryamin, lebih disebabkan karena pada Juli lalu, impor Indonesia memang mengalami perlambatan yang disebabkan karena adanya penurunan aktifitas selama puasa dan Lebaran.

“Belum ada dampak yang signifikan dari pennurunan yuan,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Nancy Junita
Terkini