IMPLEMENTASI AEOI: Bakal Ada Payung Hukum dari OJK

Bisnis.com,17 Sep 2015, 12:36 WIB
Penulis: Kurniawan A. Wicaksono
Ilutrasi./

Bisnis.com, JAKARTA – Kendati masih menganut sistem kerahasian data nasabah perbankan, implementasi keterbukaan dan pertukaran informasi perbankan untuk pajak dalam Automatic Exchange of Information (AEoI) pada akhir 2017 tetap akan bisa berjalan dengan mekanisme lain terkait akses data pada otoritas pajak.

Dirjen Pajak Sigit Priadi Pramudito mengatakan penerapan AEoI tersebut pada akhirnya mewajibkan seluruh negara patuh dan men-declare data perbankan yang disampaikan dari otoritas pajak satu negara ke otoritas negara lain. Nantinya, sambung dia, akan ada payung hukum dari Otoritas Jasa Keuangan yang mengatur kebijakan ini.

“Sedang kita bicarakan dengan OJK, jadi nanti melalu pajak. Ada mekanisme lain (selain di atur dalam UU Perbankan) yang disusun. Mungkin nanti bentuknya peraturan OJK. Kita Cuma bagian dari sarana penyampaian datanya saja,” ujarnya ketika ditemui di kantor Kemenkeu.

Sigit mencontohkan dengan adanya implementasi keterbukaan informasi tersebut, apabila ada warga Amerika yang punya rekening bank di Indonesia, bank tersebut akan men-declare adanya rekening itu melalui otoritas pajak Indonesia ke Amerika.

Seperti diberitakan sebelumnya, dalam pertemuan G20 di Turki belum lama ini, Indonesia dengan beberapa negara lain menyatakan masuk dalam early adopters(pengadopsi awal), yang mulai mengimplementasikan AEoI pada September 2017.

Dalam laman resmi OECD, pada 23 Februari 2014, lebih dari 65 negara berkomitmen mengimplementasikan roadmap tersebut. Dari jumlah tersebut, lebih dari 40 negara berkomitmen masuk dalam kelompok yang mengimplementasikan per 2017. Saat itu, Indonesia belum masuk dalam kelompok ini.

Staf Ahli Kebijakan Penerimaan Negara Kemenkeu Astera Primanto Bhakti mengatakan roadmap AEoI ini merupakan kesepakatan dan best practice internasional yang harus dipenuhi. Menurutnya, kebijakan tersebut sangat penting untuk meningkatkan transparansi di antara negara-negara.

Poin penting dari implementasi tersebut yakni adanya mekanisme pertukaran informasi walaupun tidak masuk dalam Undang-Undang Perbankan.”Dengan menyatakan bagian dari early adopter berarti setiap anggota sudah commit  di 2017. Harus diupayakan pertukaran informasi. Intinya akses dengan izin dan sebagainya, kan mekanisme,” jelasnya.

Sebelumnya, anggota Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun menyebutkan prasyarat keterbukaan informasi untuk tujuan perpajakan sebenarnya telah diakomodir oleh UU 10/1998 tentang Perubahan atas UU 7/1992 tentang Perbankan. Namun, keterbukaan itu dialokasikan secara terbatas.

"Saya kira perbankan tidak menutup. OJK bisa membuat peraturan yang memungkinkan otoritas pajak mengakses data, ke PPATK atau langsung ke bank. Bisa saja kami melakukan relaksasi kerahasiaan itu [dalam pembahasan RUU Perbankan, tapi tentu juga memperhatikan trust nasabah," kata Misbakhun.

Dimintai tanggapan, Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo menilai memang langkah pemakaian instrumen lain selain di UU Perbankan dimungkinkan secara politik dan praktis karena pemerintah secara resmi sudah menyepakati secara internasional.

“OJK enggak ada alasan tidak mengikuti ini dengan dalih kerahasiaan. Persetujuan dua negara pihak ini secara normative sudah membuka atau meniadakan kerahasiaan. Jika OJK mau keluarkan aturan saya kira bisa karena normanya sudah ada yakni Presiden menyetujui ikut AEoI,” katanya.

Jika FATCA AS yang unilateral saja bisa dipenuhi, sambungnya, seharusnya AEoI juga bisa. Namun, sayangnya AEoI ini tidak memuat sanksi seperti FATCA yakni bagi bank yang tidak mau membuka data dikenai penalty menanggung PPh atas uang yang disimpan.

Namun demikian, catatan berikutnya yang harus menjadi perhatian pemerintah yakni reciprocal principle. Menurutnya, harus ada kepastian adanya hubungan timbale balik yang dilakukan negara lain. Pemerintah harus memastikan apakah kerja sama AEoI ini sudah mengantisipasi kemungkinan penciutan makna dan implementasi pertukaran informasi.

Menurutnya, otoritas perlu juga memetakan modus dan skema penghindaran sehingga bisa efektif dalam mencari informasi. Selain itu, seharusnya ada prosedur dan akuntabilitas pemanfaatan data agar tidak diselewengkan. Sejalan dengan langkah tersebut, sambungnya, momentum implementasi AEoI ini bisa dijalankan berurutan dengan kebijakan tax amnesty tanpa penghilangan sanksi pidana di luar perpajakan.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Linda Teti Silitonga
Terkini