Susi Pudjiastuti: Kartel Garam itu 'Double Crime'

Bisnis.com,21 Sep 2015, 14:21 WIB
Penulis: Samdysara Saragih
Petani garam/Ilustrasi

Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menegaskan praktik oligopoli atau kartel dalam industri garam nasional harus dihentikan. Pasalnya, para pemegang kuota impor garam itu telah mempermainkan harga sehingga merugikan petani.

“Harga-harga ditentukan sehingga sudah mirip-mirip monopoli. Oligopoli jelas-jelas salah, apalagi monopoli. Itu double crime namanya,” katanya usai rapat koordinasi mengenai tata niaga garam di Jakarta, Senin (21/9/2015).

Susi menyadari bahwa saat ini Indonesia masih belum mampu swasembada garam, khususnya untuk kebutuhan industri. Karena itu dia meminta agar tata niaga garam dibenahi sehingga kebutuhan dalam negeri bisa diketahui dengan pasti.

“Saya sama sekali tidak punya hak melarang impor. Saya sepakat industri harus jalan,” ujarnya.

Rapat koordinasi yang membahas tata niaga garam itu dipimpin oleh Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Sumber Daya Rizal Ramli. Selain Susi, turut hadir Menteri Perindustrian Saleh Husin dan Menteri Perdagangan Thomas Lembong.

Senada dengan Susi, Rizal Ramli juga geram dengan praktik kartel garam yang membuat Indonesia selalu mengimpor garam dari luar negeri. Oleh sebab itu, pemerintah akan mengubah skema impor dari yang sebelumnya berbasis kuota menjadi tarif.

“Ada tujuh quota holder yang mendapatkan keuntungan dari sistem ini. Mereka kejam sekali memangsa segala macam, predatory behaviour,” katanya.

Rizal mengatakan praktik serupa berlangsung di komoditas lain seperti gula, daging, hingga bawang merah. Karena masih dibiarkan, kartel itu leluasa mendatangkan produk impor justru di saat petani sedang panen.

“Begal-begal ini harus disegera diatasi,” ujarnya.

Saat ini, kata Rizal, kebutuhan garam industri, khususnya industri pangan, kerap bocor untuk konsumsi. Namun, dia berjanji, praktik tersebut akan diberantas dengan membentuk tim pengawasan.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Stefanus Arief Setiaji
Terkini