Ekonomi Lesu, Penjualan Properti di Malang Tergerus

Bisnis.com,29 Sep 2015, 14:47 WIB
Penulis: Choirul Anam
Ilustrasi proyek properti. /Nurul Hidayat-Bisnis.com

Bisnis.com, MALANG—Bisnis properti di Malang sampai dengan September 2015 stagnan terdampak pada pelemahan ekonomi.

Ketua DPC Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Malang Makhrus Sholeh mengatakan usaha properti yang paling terdampak atas pelemahan ekonomi pada rumah menengah-atas dengan harga Rp300 juta ke atas.

“Untuk rumah dengan harga Rp300 juta ke bawah, terutama rumah bersubsidi, masih berjalan, bahkan tetap tumbuh,” ujarnya di Malang, Selasa (29/9/2015).

Untuk rumah menengah-atas, katanya, terjadi penurunan permintaan hingga sekitar 5% bila dibandingkan tahun sebelumnya.

Namun, untuk rumah menengah-bawah, justru tumbuh 10%. Jika direratakan, maka bisnis properti di Malang justru stagnan.

Apabila dibandingkan dengan daerah-daerah lain, dia optimistis bisnis properti di Malang masih bagus.

Hal itu bisa terjadi karena Kota Malang dan sekitarnya merupakan tempat tujuan hunian warga di berbagai daerah, bahkan tidak terbatas pada warga setempat.

Hal itu terkait dengan posisi Kota Malang sebagai kota pendidikan dan kota pariwisata sehingga menjadi daya tarik bagi masyarakat luar daerah untuk tinggal di kota tersebut. Oleh karena itu, penjualan rumah masih bagus. Terutama untuk rumah menengah-bawah.

Untuk rumah bersubsidi, kata dia, karena faktor harga tanah yang tinggi, maka lokasinya sudah mengarah ke daerah pinggiran kota. Dampaknya, penjualan tidak bisa cepat meski tetap laku karena konsumen tetap butuh.

Untuk rumah sederhana di tengah kota, pengembang terpaksa tidak dapat menjual rumah dengan skema fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP) karena tidak bisa dijual dengan harga Rp110 juta per unit.

Harga rumah sederhana di kisaran Rp120 juta-Rp200 juta per unit. “Konsumen masih menyerap rumah dengan harga sebesar karena lokasinya di dalam kota,” ujarnya.

Oleh karena itu, dia berharap agar harga rumah bersubsidi dinaikkan pemerintah agar pengembang mempunyai ruang untuk menjual rumah tipe tersebut dengan lokasi di tengah kota.

Jika harganya tidak naik, maka lokasi rumah bersubsidi akan semakin ke pinggir karena harga tanah di tengah kota  terus naik sehingga tidak memenuhi syarat dibangun rumah tapak.

Yang juga perlu segera dilakukan, adanya sinergitas antarkementerian dalam mendukung penyediaan rumah sederhana.

Dengan adanya sinergitas, maka tidak ada ketentuan yang saling tumpah tindih sehingga menyulitkan pengembang rumah sederhana.

“Contoh yang gampang, ketentuan tentang harga rumah bersubsidi oleh Kementerian Perumahan Rakyat tidak cocok dengan ketentuan pembebasan pajak oleh Kementerian Keuangan. Ini mestinya tidak boleh terjadi,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Hendri Tri Widi Asworo
Terkini