Bisnis.com, JAKARTA - Setiap orangtua tentunya berkeinginan memberikan kehidupan yang terbaik untuk anak-anaknya, termasuk masalah pendidikan. Sayangnya, biaya pendidikan yang terus naik membuat sebagian orangtua kesulitan mewujudkannya.
Sebuah survei The Value Education 2015: Learning of Life yang digagas HSBC mencatat, sekitar 47% orangtua di Indonesia mengakui pendidikan saat ini makin mahal, tetapi sebanyak 96% responden tetap ingin memberikan pendidikan setinggi mungkin bagi anak-anaknya.
Bagi para orangtua, standar minimal untuk pendidikan adalah Strata-1 (S1) sebanyak 67% bahkan ingin anak-anaknya bisa ke jenjang S2 atau yang lebih tinggi. Sementara itu, sebanyak 87% responden akan mempertimbangkan agar anaknya menimba ilmu di luar negeri.
Survei memperlihatkan di kalangan keluarga muda, cara yang dianggap tepat untuk persiapan dana pendidikan bagi anak sejak TK hingga perguruan tinggi adalah menabung. Namun, sekitar 77% orangtua yang anaknya sedang belajar di perguruan tinggi justru tidak menggunakan tabungan. Sebagai contoh, terdapat 24% orangtua yang anaknya tengah kuliah, merencanakan atau telah mendanai anaknya dengan utang atau pinjaman.
Konselor keuangan dan keluarga MONEYnLOVE Financial Planning & Consultant Andreas Freddy Pieloor tidak menyarankan tabungan jika tujuannya untuk pendidikan anak, karena inflasi dana pendidikan sangat besar jika dibandingkan imbal hasil yang diperoleh dari menabung.
Menurutnya, orangtua dapat mengumpulkan pundi-pundi rupiah untuk membiayai pendidikan anaknya kelak dengan berinvestasi. Ada beberapa faktor yang menentukan dalam memilih instrumen investasi yang tepat untuk kuliah anak.
Pertama, waktu yang tersedia. Kapan dana dibutuhkan oleh anak? Contohnya anak baru berusia lima tahun, orangtua mempunyai waktu 13 tahun untuk persiapan kuliahnya. Dalam jangka waktu tersebut, bisa memilih berinvestasi di properti dan saham.
“Semakin pendek waktu yang tersedia, maka instrumen investasi harus semakin konservatif dan likuid,” katanya kepada Bisnis.com.
Kedua, kemampuan mengumpulkan uang setiap bulannya. Jika orangtua memilih properti misalnya, tiap bulan perlu mengeluarkan uang cukup besar untuk membayar cicilan.
Nah, ada pilihan instrumen investasi lainnya yang lebih ringan seperti reksa dana saham. Jadi sesuaikan saja dengan kemampuan orangtua.
Ketiga, pengetahuan dan pengalaman orangtua. “Jangan memasuki sebuah instrumen investasi yang kurang dipahami atau belum dipelajari,” katanya.
Orangtua yang tertarik berinvestasi pada saham, sebaiknya mengikuti kelas pelatihan terlebih dahulu. Selain saham, investasi yang lebih mudah pelaksanaannya yaitu properti, reksa dana, atau logam mulia.
INVESTASI SENDIRI
Freddy menyarankan setiap anak mempunyai investasi sendiri, karena harus ada penyesuaian dengan waktu yang tersedia. Jangan lupa untuk membeli asuransi jiwa bagi pencari nafkah. Jika ada hal-hal yang tak diinginkan, uang pertanggungan dari asuransi jiwa akan membantu menyelamatkan kebutuhan biaya pendidikan anak.
Idealnya, orangtua harus mempersiapkan biaya kuliah anak sedini mungkin. Setidaknya, paling telat orangtua harus mempersiapkannya sejak anak masuk Sekolah Menengah Atas (SMA). “Jadi ada waktu tiga tahun,” kata perencana keuangan Zelts Consulting Ahmad Gozali.
Ahmad lebih menyarankan memilih instrumen investasi jangka panjang seperti reksa dana saham dan campuran. Jika orangtua masih menyenangi emas, tak masalah untuk memarkirkan uangnya di sana.
Menurut SVP & Head of Wealth Management HSBC Steven Suryana, apabila biaya pendidikan anak dipersiapkan sejak dini, orangtua tentunya mempunyai waktu yang lebih panjang.
Dengan begitu, langkah-langkah yang sudah dilakukan orangtua dapat senantiasa dievaluasi, sehingga strategi selama mengumpulkan dana dapat disesuaikan sampai mencapai hasil maksimal.
Selain berinvestasi, alternatif lainnya, orangtua juga bisa membeli asuransi pendidikan. Sementara itu, untuk instrumen investasi, Steven mengatakan harus disesuaikan dengan profil risiko setiap orangtua. Jika orangtua punya waktu di atas 10 tahun misalnya, investasi pada reksa dana saham atau campuran terbilang cocok. Meski risikonya tinggi, potensi imbal hasil keduanya menarik.
“Kalau orangtua punya waktu panjang, pilihan investasinya juga lebih beragam,” katanya usai sebuah acara yang diselenggarakan HSBC.
Kendati demikian, perencanaan pendidikan anak untuk memasuki perguruan tinggi juga tak melulu soal dana saja. Orangtua setidaknya harus mengetahui pilihan jurusan yang sesuai untuk anak-anaknya.
Pahamilah ketertarikan anak-anak, karena kerap apa yang anak-anak inginkan tak sesuai dengan apa yang orangtua inginkan. Jurusan tersebut akan menentukan dari segi biaya. Begitu juga soal lokasi pendidikan apakah cukup di dalam negeri atau di luar negeri.
Dengan begitu, orang tua mempunyai gambaran lebih baik soal estimasi biaya pendidikannya. Dalam menghitungnya, juga perlu memasukan faktor inflasi yang terjadi selama orangtua mempersiapkan biaya tersebut dalam jangka waktu tertentu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel