Bisnis.com, JAKARTA- Paket kebijakan dalam Industri Keuangan Non Bank yang diterbitkan pekan lalu seyogyanya mengarah untuk peningkatan kredit di sektor usaha kecil dan menengah selain bertumpu dari implementasi program Kredit Usaha Rakyat.
Sampai 2019, pemerintah memprioritaskan pembangunan untuk tiga sektor utama, yakni infrastruktur, ketahanan pangan dan energi serta penguatan unit usaha kecil dan menengah (UMKM).
Namun, implementasi program Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang menjadi trigger untuk penguatan UMKM diestimasi tak akan mencapai target Rp30 triliun. Pasalnya, realisasi KUR baru berjalan lewat tengah tahun. Akhirnya, target KUR dipangkas menjadi Rp20 triliun.
Saat ini, pemerintah tengah memproses perluasan penerima kredit, dari sebelumnya hanya ditekankan ke bidang pertanian, perikanan dan perdagangan kini KUR diarahkan untuk pembiayaan seluruh sektor produktif untuk mendorong capaian KUR.
Tak ketinggalan, sektor Industri Keuangan Non Bank (IKNB) pun meluncurkan empat paket kebijakan yang memberikan ruang kepada sektor UMKM dan industri kreatif untuk bisa menggeliat ditengah perlambatan ekonomi.
Kebijakan itu antara lain skema asuransi pertanian, revitalisasi modal ventura, pembentukan konsorsium pembiayaan industri berorientasi ekspor dan ekonomi kreatif serta UMKM dan koperasi, serta pemberdayaan Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI).
Asuransi pertanian bakal menggaransi sejumlah petani dari gagal panen sehingga akses perbankan akan lebih terbuka. Terutama untuk petani yang berniat melakukan pinjaman modal kerja, seperti membeli bibit, pupuk dan menggarap sawah.
Dumoly. F Pardede, Deputi Komisioner Pengawas IKNB OJK mengatakan pihaknya menaksir ada potensi kredit dari petani kepada lembaga keuangan hingga Rp6 triliun dalam tahap awal ini.
“Selain petani terlindungi secara finansial akibat gagal panen, asuransi pertanian menjadikan petani bankable terhadap kredit pertanian,” ujarnya.
Seperti diketahui, asuransi pertanian menggunakan skema subisidi sebesar 80% yang ditanggung pemerintah dari total premi Rp180.000/ha/musim tanam sedangkan 20% ditanggung oleh petani.
Adapun, klaim yang akan didapat petani mencapai Rp6 juta/ha/ musim tanam apabila mereka mengalami gagal panen. Pada tahap awal, APBN yang dialokasikan untuk program ini Rp150 miliar.
Kedua, revitalisasi modal ventura. Dalam aturan yang baru, perusahaan modal ventura (PMV) dapat didirikan dalam bentuk perseroan komanditer (PK/CV) dan Dana Ventura dengan skema Kontrak Investasi Bersama. Skema ini merupakan kontrak investasi kolektif (KIK) antara PMV dan custodian.
Dalam Dana Ventura, sejumlah perusahaan modal ventura yang berbentuk PT, koperasi dan PK dapat bergabung dan menghimpun dana yang lebih besar dalam bentuk perusahaan baru untuk membiayai startup. Adapun, modal minimal Dana Ventura mencapai Rp5 miliar.
“Selama ini mereka tidak ada modal, jadi kalau digabung dananya akan sangat mudah memberikan pembiayaan ke UMKM penjual tempe, misalnya, atau UMKM susu kuda,” katanya.
Dampak lanjutannya, Dumoly mengatakan akan makin banyak modal ventura akibat mudahnya mendapatkan sokongan modal serta makin berkembangnya pembiayaan kepada UMKM dan bisnis start-up yang kesulitan dana selama ini.
Ketiga, pembentukan konsorsium antara LPEI, lembaga pembiayaan dan lembaga penjaminan. Dumoly berharap konsorsium dapat menekan bunga UMKM dan industri kreatif sehingga debitur diharapkan mendapat keringanan bunga.
Disisi lain, sebagian risiko perusahaan pembiayaan dari debitur sektor UMKM dan industri kreatif akan ditanggung sebagian oleh perusahaan penjaminan sehingga dapat menekan risiko pembiayaan bermasalah yang selama ini diketahui cukup tinggi di sektor tersebut.
Efek lanjutannya, dalam tahap awal pihaknya menaksir ada potensi pembiayaan Rp5-10 triliun dari UMKM dan bisnis kreatif yang akan memanfaatkan pembiayaan dari konsorsium ini.
Terakhir, pemberdayaan LPEI dengan meniadakan indikator rasio kecukupan modal dan menggantinya dengan kewajiban memiliki rasio pembiayaan minimal 75% dari total aset lembaga itu..
Dari jumlah itu, LPEI wajib mengalokasikan 5% dari total piutang pembiayaan untuk pembiayaan UMKM. Artinya, LPEI didorong untuk menggencarkan pembiayaan disektor UMKM setelah selama ini lebih banyak bermain di korporasi.
Sampai semester I/2015, total aset LPEI mencapai Rp73,4 triliun dengan nilai pembiayaan sebesar Rp65,4 triliun. Dari jumlah itu, pembiayaan korporasi mencapai Rp60,5 triliun sedangkan UMKM mencapai Rp4,86 triliun.
Selain itu, OJK akan menaikan gearing ratio LPEI menjadi 20 kali dari sebelumnya tidak diatur untuk memperbesar kapasitas pinjaman ataupun penerbitan surat berharga guna memperbesar alokasi pembiayaan LPEI.
Saay ini,ekuitas LPEI mencapai 11,17 triliun. Dengan rencana aturan baru, Dumoly mengatakan LPEI dibolehkan meminjam maksimum 223,4 triliun atau 20 kali dari total ekuitas saat ini.
Saat ini, Dumoly memperkirakan sektor UMKM menyumbang sekitar 15-20% dari total ekspor dari seluruh sektor didalam negeri saat ini.
Dengan semakin terbukanya akses keuangan non bank, dia memperkirakan sektor UMKM seharusnya bisa melesat dengan peningkatan 20% pada tahun depan.
Kendati demikian, hanya konsorsium pembiayaan ekspor yang sudah dipastikan berjalan saat ini. Implementasi asuransi pertanian diperkirakan baru akan berjalan pekan ini karena masih menunggu persiapan akhir dari Kementerian Pertanian dan pelaksana asuransi, PT Asuransi Jasa Indonesia (Jasindo).
Adapun, aturan mengenai revitalisasi modal ventura dan pemberdayaan LPEI rencananya akan dituangkan dalam bentuk POJK yang akan terbit pada bulan ini.
Julian Noor, Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) mengatakan adanya paket kebijakan yang mendorong UMKM disaat perekonomian melambat dapat menjadi trigger dan semangat tersendiri untuk petani dan UMKM.
Namun, dia mengatakan efek lanjutan lainnya masih ditunggu pelaku industri apabila pemerintah memaksimalkan government spending dalam sisa tahun ini, sehingga terasa diseluruh bidang dan kembali menggerakkan daya beli masyarakat.
Memang, masifnya bisnis UMKM dan kreatif tanpa adanya semangat beli dari masyarakat tetap saja tak ada artinya. Realisasi belanja infrastruktur tetap menjadi kunci adanya efek lanjutan lain, termasuk menunggu efek paket kebijakan ekonomi IV yang segera diluncurkan pemerintah dalam waktu dekat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel