BI Isyaratkan Tinggalkan Rezin Moneter Ketat

Bisnis.com,11 Des 2015, 01:00 WIB
Penulis: Arys Aditya
Deputi Gubernur Senior (DGS) BI Mirza Adityswara. /Bisnis.com

Bisnis.com, JAKARTA--Bank Indonesia melemparkan sinyal akan meninggalkan rezim moneter ketat yang telah ditempuh sejak pertengahan 2013 seiring dengan terus membaiknya dua indikator kunci, yaitu inflasi dan defisit transaksi berjalan. Pengusaha diminta tidak lagi menahan rencana ekspansi tahun depan.

Dengan 20 hari tersisa tahun ini, BI mengestimasi defisit transaksi berjalan tidak akan bergerak jauh dari realisasi sampai kuartal III/2015 sebesar 2,03%, turun setengah dari capaian 2014 yang menyenuh 3,1%.

Adapun, inflasi keseluruhan 2015 juga diperkirakan tidak akan menembus 3% dan malah berpeluang memecahkan rekor terendah sejak 2009 setelah realisasi indeks harga konsumen per November 2015 hanya 2,37%.

Deputi Gubernur Senior (DGS) BI Mirza Adityswara mengungkapkan langkah pelonggaran bank sentral telah dimulai dengan memotong giro wajib minimum (GWM) sebesar 50 basis poin menjadi 7,5% pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) November lalu.

Menurutnya, langkah itu bisa saja dilanjutkan dengan memangkas suku bunga acuan alias BI Rate pada RDG berikutnya. "Ya bisa saja turun, tapi kami harus melihat apakah kebijakan itu cukup untuk menjaga stabilitas. Stabilitas itu kan juga untuk pertumbuhan," kata Mirza, Kamis (10/12.

Dia menuturkan, dalam praktek operasi moneter di dunia, kebijakan pemotongan suku bunga acuan memang lazim didahului oleh pelonggaran GWM.

Mirza menyebutkan pelonggaran GWM tersebut agar likuiditas tidak terlalu ketat di pasar sehingga bank bisa menurunkan bunga deposit dan pada gilirannya diikuti oleh penurunan suku bunga kredit.

Dia menjelaskan, langkah pelonggaran moneter yang ditempuh bank sentral guna memacu perekonomian juga telah dilakukan dengan berbagai instrumen, mulai deposit facility (DF) untuk overnight sebesar 5,5% hingga suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) 7,15% yang berjangka setahun.

"Jadi sebenarnya suku bunga BI itu 5,5-6,4. Bank tidak harus menawarkan suku bunga deposito dengan BI Rate level 7,5%," lanjutnya.

Dari sisi kinerja ekonomi, dia memaparkan tahun depan akan terjadi pemulihan setelah bayang-bayang ketidakpastian the Federal Reserve memudar, karena normalisasi moneter telah dimulai dan pola yang dibentuk menjadi terlihat.

Untuk itu, bank sentral memberi toleransi current account deficit hingga ke kisaran 2,7%-2,8%, khususnya bagi pelaku usaha dan pemerintah untuk memperbesar impor barang modal dan bahan baku, yang kemudian akan memberi dampak bagi pertumbuhan produk domestik bruto.

Dia menuturkan masih ada risiko karena perlambatan China, yang kemudian terus menekan kinerja ekspor Indonesia. Namun, Mirza mengemukakan ada peluang kinerja ekspor membaik pada paruh akhir 2016 apabila stimulus moneter Bank Sentral China membuahkan hasil.

Di sisi lain, Kepala Ekonom PT BCA Tbk. David Sumual menyatakan kesabaran BI dalam 'memainkan' instrumen moneter sepanjang beberapa tahun terakhir telah membuahkan hasil berupa perbaikan fundamental.

Dia mengatakan, otoritas moneter harus benar-benar melihat momentum kapan akan mengeksekusi pemotongan BI Rate, khususnya berkaitan dengan pola normalisasi moneter AS. Pada kuartal pertama, David menyebutkan ada peluang penurunan BI Rate sebesar 25 bps.

"Defisit transaksi berjalan dan inflasi sudah membaik, tinggal cari momentum kapan rupiah stabil. Nah, kalau the Fed naikin suku bunganya secara perlahan, itu peluang bagi BI. Mungkin bisa dipangkas sampai 100 bps tahun depan," tuturnya.

Dia mengatakan, investor akan cenderung masuk ke pasar negara berkembang apabila melihat the Fed tidak agresif. Dalam momentum ini, dia menyampaikan pemerintah harus mengimbangi dengan mempercepat eksekusi paket-paket kebijakan yang telah dilansir.

Ekonom Credit Suisse Santitarn Sathirathai keputusan BI untuk menurunkan GWM sebenarnya berada cukup mengejutkan pasar.

"Kami menilai keputusan bank sentral tersebut untuk menguji reaksi pasar, khususnya menjelang normalisasi moneter Amerika Serikat yang diperkirakan mulai Desember ini," ujar Santitarn.

Bank yang bermarkas di Swiss ini memperkirakan bank sentral akan memangkas BI Rate hingga 75 bps, yang akan dimulai sejak awal tahun depan. Level inflasi yang rendah, lanjutnya, akan kembali membuka ruang pemotongan suku bunga acuan bank sentral.

Dia menuturkan laju inflasi rendah tahun ini yang diperkirakan berlanjut pada 2016 membuat tingkat bunga setelah inflasi atau real interest rate akan melebar ke level 2%-3% berbanding rata-rata jangka panjang 0,7%.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Fatkhul Maskur
Terkini