Kemampuan BUMN Ciptakan Laba Masih Rendah

Bisnis.com,17 Des 2015, 17:29 WIB
Penulis: Martin Sihombing
Total aset 2014 Telkom Indonesia mencapai US$11,325.96 juta, Axiata (Malaysia) US$14,017.86 juta, Singtel (Singapura) US$29,664.28 juta.

Bisnis.com, JAKARTA --  Penelitian dari Lembaga Management Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia menunjukkan kemampuan BUMN dalam pengelolaan aset (produktivitas) dan menciptakan laba masih nisbi rendah.

"Ekuitas BUMN cenderung rendah dibandingkan asetnya," kata Managing Director LM FEB UI Toto Pranoto usai memaparkan hasil penelitian di Jakarta, Kamis (17/12/2015).

Berdasar audit BPK 2014 nilai jual 121 BUMN senilai Rp1.997 triliun. Dan nilai sebesar itu, hampir 90 persen disumbangkan oleh 25 BUMN.

Kondisi tersebut menunjukkan "pareto condition". Total aset BUMN pada 2014 mencapai sekitar Rp4.579 triliun, namun kemampuan BUMN dalam menciptakan laba hanya sekitar Rp219 triliun.

Secara absolut, bila dibandingkan dengan pengelola BUMN lainnya Temasek dan Khazanah, BUMN Indonesia masih kalah.

Total "revenue" Temasek mencapai US$61 miliar, sedangkan Khazanah sekitar US$2,26 miliar, sementara 20 BUMN tbk sekitar US$39 miliar. Dilihat dari indikator "profit margin", Khazanah berada di urutan pertama sebesar 40,4% dari total pendapatan, Temasek 19,48% dan 20 BUMN Tbk hanya 15,57%.

Apabila analisa diperdalam pada sembilan kelompok industri, BUMN Tbk yang nisbi memiliki daya saing hanya industri telekomunikasi.

Total aset  2014 Telkom Indonesia mencapai US$11,325.96 juta, sedangkan Axiata (Malaysia) US$14,017.86 juta,  Singtel (Singapura) US$29,664.28 juta.

Telkom Indonesia cukup mampu bersaing dengan BUMN di Malaysia dan Singapura pada sektor telekomunikasi.

Problem yang menghambat atas kinerja BUMN adalah dualisme yang dihadapi "top executive" BUMN terkait status BUMN sebagai aset negara yang dipisahkan UU Kekayaan Negara, namun, terkait juga dengan UU Tipikor.

Banyak kasus dari kebijakan bisnis yang dipidanakan, sehingga membuat banyak direksi BUMN takut dan akhirnya memutuskan tidak melakukan "corporate actions" yang signifikan.

Sebagai contoh di negara lain, rencana investasi anak perusahaan seperti Singapore Airlines tidak memerlukan persetujuan Holding Temasek, maupun dari pemerintah dan parlemen. Kontrol pemerintah terhadap Temasek dilakukan dalam pemilihan dan penempatan orang dalam posisi pimpinan (CEO) di Temasek Group.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Martin Sihombing
Terkini