Bisnis.com, JAKARTA -- Asosiasi Dana Pensiun Lembaga Keuangan meminta kelonggaran dari rancangan investasi wajib memiliki portofolio surat berharga negara minimal 30% yang digagas Otoritas Jasa Keuangan.
Nur Hasan Kurniawan, Wakil Ketua Perhimpunan Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK) menuturkan sifat industri DPLK berbeda dengan dana pensiun pemberi kerja. Dalam industri ini penempatan investasi ditentukan peserta. Akibatnya jika ditetapkan wajib oleh otoritas industri khawatir tidak dapat memenuhi aturan tersebut.
"Tentunya atas hal tersebut [kewajiban SBN] industri DPLK meminta adanya kebijakan [penundaan pemberlakuan] agar para peserta bisa diberikan edukasi terlebih dahulu," kata Nur Hasan di Jakarta, Kamis (31/12/2015).
Dia mengatakan selain hambatan dari peserta mandiri yang belum teredukasi, para pemberi kerja juga belum mau menempatkan investasinya di dalam surat berharga negara (SBN). "Karena mereka risk averse untuk cadangan pesangon karyawan mereka," kata Nur Hasan.
Nur Hasan mengatakan posisi ini berbeda dengan Dana Pensiun yang didirikan oleh perusahaan. Penempatan investasi cukup didasari kebijakan para pendiri.
Lebih lanjut, Nur Hasan yang biasa dipanggil Nanang menjelaskan, saat ini 75% investasi dari Rp45 triliun aset DPLK dikelola dalam pasar uang. Dia mengatakan pilihan ini bukan karena industri tidak menawarkan alternatif penempatan bagi peserta. Besarnya penempatan pada deposito berjangka ini karena peserta DPLK lebih konservatif.
"Mengingat mereka [peserta perusahaan] menggunakan DPLK sebagai net off dari pembayaran pesangon sesuai dengan UU 13 2003, dimana pemberi kerja mencoba mengurangi pengaruh pasar dari cadangan pesangon di DPLK nya," jelas Nur Hasan.
Otoritas Jasa Keuangan tengah menyiapkan aturan wajib SBN bagi pemilik dana jangka panjang. Dalam rancangan aturan investasi yang segera diteken, perusahaan asuransi jiwa dan dana pensiun bakal diwajibkan memiliki portofolio surat berharga negara minimal 30% dari total investasi dalam kurun waktu tiga tahun setelah aturan diberlakukan.
Dumoly F. Pardede, Deputi Komisioner Pengawas Industri Keuangan Non Bank II OJK mengatakan pada tahun pertama, dua industri tersebut diwajibkan memiliki portofolio investasi surat berharga negara (SBN) sebesar 20% dari total investasi.
Tahun pertama 20%, lalu keduanya diharapkan memiliki portofolio SBN 30% dari total investasi sampai tahun ketiga. Prosesnya ini bertahap, katanya.
Adapun, perlakuan berbeda diberikan kepada asuransi umum. Dumoly mengatakan asuransi umum rencananya hanya dikenakan investasi wajib SBN berkisar 10% dari total investasi pada tahun pertama.
Pasalnya, karakteristik investasi asuransi umum bersifat short term karena membutuhkan likuiditas yang tinggi dalam jangka pendek. Karakteristik tersebut kurang tepat bila dibebankan investasi SBN dalam jumlah besar.
Saat ini, Dumoly mengatakan draft rancangan investasi SBN tersebut telah diproses Departemen Hukum OJK. Dia memperkirakan aturan tersebut dapat rilis pada Januari 2016.
Adapun, dia memastikan tenor minimal investasi SBN dalam portofolio perusahaan adalah lima tahun.Hal tersebut diupayakan untuk menjaga stabilitas dan kesehatan investasi dalam perspektif jangka panjang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel