JUMLAH AKTURIS MINIM, Bukti Ketidaksiapan Arungi MEA

Bisnis.com,26 Jan 2016, 15:45 WIB
Penulis: Oktaviano DB Hana
Secara teknis pendidikan dan ujian aktuaris di Indonesia dan di Amerika Serikat sama.

Bisnis.com, JAKARTA - Aktuaris berperan penting dalam menyediakan analisis risiko dalam pengambilan keputusan di industri asuransi. Namun, memasuki era pasar bebas tingkat regional, bidang aktuaria di Indonesia ternyata masih jauh dari kata siap.

Alih-alih untuk bereskpansi ke negara dengan penetrasi dan densitas asuransi masih rendah di Asia Tenggara, sumber daya dalam negeri, khususnya suplai aktuaris, justru masih sangat minim. Padahal era pasar tunggal regional mulai dibuka yang ditandai dengan implementasi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) di berbagai sektor.

Persatuan Aktuaris Indonesia (PAI) menyatakan hingga awal tahun ini baru memiliki 399 anggota. Dari jumlah tersebut, 206 anggota telah meraih gelar Aktuaris atau Fellow of the Society of Actuaries of Indonesia (FSAI), sedangkan, 193 anggota lainnya masih berstatus sebagai Ajun Aktuaris atau Associate of the Society of Actuaries of Indonesia (ASAI).

Menimbang data anggota pada dekade sebelumnya, pertumbuhan jumlah aktuaris terbilang minim. Data PAI juga menunjukkan jumlah aktuaris pada 2000 sudah mencapai 229 orang, yakni 96 anggota fellow dan 133 anggota associate. Apalagi, hingga saat ini jumlah aktuaris di Indonesia lebih dominan bekerja di industri asuransi jiwa.

“Sekitar 60% dari seluruh anggota bekerja di industri asuransi jiwa,” kata Ketua Umum PAI Rianto Ahmadi Djojosugito dalam seminar bertajuk Pembangunan SDM Aktuaria di Industri Asuransi, yang digelar pekan lalu.

Sebanyak 142 anggota fellow dan 99 anggota associate dari PAI bekerja di industri asuransi jiwa di Indonesia. Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) mencatat hingga saat ini terdapat 51 perusahaan anggota.

Sebanyak 57 fellow dan 82 associate anggota PAI, ternyata bekerja di luar industri asuransi jiwa dan asuransi umum. Kebanyakan dari mereka bekerja di perusahaan-perusahaan konsultan aktuaria. Industri asuransi umum hanya dilayani 7 anggota fellow dan 12 anggota associate dari PAI. Padahal, Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) memiliki 85 perusahaan anggota.

Rianto menyatakan jumlah tenaga ahli aktuaria untuk kebutuhan dalam negeri masih kurang. Dengan asumsi ideal perusahaan asuransi jiwa membutuhkan kira-kira empat aktuaris fellow dan enam aktuaris associate, seharusnya ada 204 aktuaris fellow and 306 aktuaris associate.

Adapun untuk industri asuransi umum, jika setiap perusahaan membutuhkan kira-kira dua aktuaris fellow dan tiga aktuaris associate, maka setidaknya harus tersedia 170 aktuaris fellow and 255 aktuaris associate.

Minimnya suplai aktuaris membuat Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akhirnya merelaksasi aturan yang mewajibkan pelaku industri asuransi umum untuk menggunakan jasa aktuaris.

Peraturan Menteri Keuangan No.53/PMK.010/2012 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi mewajibkan penilaian terhadap liabilitas dalam bentuk cadangan teknis wajib dilakukan oleh aktuaris perusahaan.

Bagi perusahaan asuransi umum, kewajiban itu dapat dilakukan oleh aktuaris dari perusahaan konsultan aktuaria paling lambat 31 Desember 2014.

Deputi Komisioner Pengawas IKNB I Edy Setiadi menjelaskan otoritas memberikan kelonggaran waktu kepada pelaku industri asuransi kerugian hingga 2017 agar dapat memiliki tenaga ahli di bidang aktuaria.

Dalam rentang waktu itu, otoritas juga memberikan kemudahan bagi pelaku asuransi umum dengan hanya diwajibkan memiliki aktuaris dengan sertifikasi Certifyed Non-Life Analyst (CNLA), atau berada di bawah sertifikasi aktuaris fellow dan associate.

Bagi PAI, terbitnya pelonggaran ketentuan itu hanya menjadi solusi jangka pendek untuk industri. Rianto mengatakan sertifikasi CNLA sebelumnya sudah pernah diterbitkan. Namun, untuk mendukung kebutuhan industri saat ini, pihaknya memberikan kemudahan tambahan, yakni para calon aktuaris hanya diwajibkan mengikuti ujian sertifikasi pada tiga subjek, dari sebelumnya lima subjek.

Menurutnya, peningkatan produksi asosiasi aktuaris fellow dan associate tetap menjadi solusi utama untuk kebutuhan industri jangka panjang. Di samping itu, utilisasi aktuaris di luar industri asuransi jiwa dan asuransi umum, khususnya mereka yang bekerja di perusahaan konsultan aktuaria, juga bisa menjadi jalan keluar.

Pilihan lain, yang mungkin tidak terlalu diharapkan ialah memanfaatkan tenaga ahli aktuaria dari luar Indonesia. “Penyerapan yang seimbang aktuaris dari luar Indonesia perlu dipertimbangkan juga sebagai kemungkinan solusi tambahan,” katanya.

Guna mendorong pemenuhan tenaga ahli itu, Edy Setiadi mengatakan otoritas bekerja sama dengan pemerintah Kanada. Universitas Waterloo di Kanada akan bekerja sama dengan tujuh universitas di Indonesia untuk mengembangkan tenaga aktuaris.

Pada tahap awal, para pengajar universitas di Indonesia akan dibekali materi terkait dengan bidang akturia sehingga dapat merangsang minat para mahasiswa untuk memilih profesi aktuaris. Menurutnya, hal itu menjadi langkah strategis untuk merealisasikan target 1.000 aktuaris yang gencar digaungkan OJK sejak tahun lalu.

Bagi AAUI, ada relaksasi aturan di tengah minimnya suplai aktuaris, menjadi sebuah tantangan.  “Tantangan bagi kami agar dapat memenuhi kebutuhan yang ada,” ujar Ketua Umum AAUI Yasril Y. Rasyid.

Menurutnya, dengan berlakunya MEA, Indonesia menjadi pasar yang sangat potensial bagi pelaku industri asuransi dan berbagai sektor pendukungannya. Pada perhelatan 10th Asean Insurance Congress di Kamboja, Oktober 2015, Yasril mengatakan Singapura dan Malaysia memiliki tenaga ahli aktuaria yang sudah lebih dari cukup.

Kelebihan pasokan itu tentunya bisa menjadi jalan keluar bagi kalangkaan aktuaris nasional saat ini. Namun, dia menegaskan upaya untuk meningkatkan tenaga ahli dari dalam negeri tetap menjadi pilihan utama.

Di sisi lain, penguatan pada bidang pendidikan, menurut Chief Marketing Officer PT AIA Financial Lim Chet Ming, harus dilakukan di Indonesia. Pasalnya, proses untuk menjadi seorang aktuaris pun tidak mudah dan butuh waktu lama. “Proses ini tidak mudah sehingga minat tidak banyak,” ujarnya.

Lim mengatakan pelaku asuransi juga perlu terlibat aktif untuk mendorong peningkatan kuantitas dan kualitas tenaga aktuaris nasional. Perusahaan asuransi lokal perlu lebih aktif melibatkan calon aktuaris dalam pelatihan kerja agar mampu meningkatkan kualitas.

“Secara teknis pendidikan dan ujian aktuaris di Indonesia dan di Amerika Serikat sama. Tetapi, pelatihan kerja terkait bidang itu masih kurang di sini.” ()

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Fatkhul Maskur
Terkini