PAJAK PROGRESIF SAWIT: Makin Serius, Mendag RI akan Temui Parlemen Prancis

Bisnis.com,12 Feb 2016, 00:09 WIB
Penulis: Muhammad Avisena
Kelapa sawit salah satu komoditas andalan ekspor Indonesia/Antara

Bisnis.com, JAKARTA – Sebagai tindak lanjut rencana pemberlakuan pajak progresif minyak kelapa sawit, Menteri Perdagangan akan menemui sejumlah pihak di Prancis, termasuk parlemen Prancis.

Menteri Perdagangan Thomas T. Lembong mengatakan pihaknya telah secara resmi meminta kepada pemerintah dan parlemen Prancis untuk membatalkan Amendemen No.367 yang mengatur tentang pemberlakuan pajak progresif tersebut.

“Saya optimis pemerintah dan parlemen Prancis mau menjaga hubungan kerja sama perdagangan ini secara baik dan bersedia mendengarkan suara kami,” kata Thomas dalam siaran pers yang diterima, Kamis (11/2/2016).

Adapun, Amendemen No.367 telah diadopsi Majelis Tinggi Legislatif Prancis pada 21 Januari 2016. Rencananya, Majelis Nasional Prancis akan memutuskan amendemen tersebut menjadi undang-undang pada 15 Maret 2016.

Namun, Indonesia berpendapat bahwa pemberlakuan pajak progresif pada komoditas kelapa sawit tersebut akan melanggar prinsip-prinsip national treatment dan non-discrimination sebagaimana telah diatur dalam WTO General Agreement on Tariffs and Trade 1994.

Pajak progresif tersebut hanya dikenakan pada produk minyak sawit, tetapi tidak pada produk minyak nabati lainnya seperti minyak bunga matahari, minyak kedelai, minyak jagung, ataupun rapeseed oil.

Dalam draft Amandemen No.367 disebutkan, produk yang mengandul minyak sawit, minyak kernel sawit, dan minyak kelapa akan dikenakan pajak yang meningkat secara progresif.

Dimulai pada 2017, pajak yang akan dikenakan yaitu sebesar 300 euro per ton, dan akan terus meningkat secara kumulatif menjadi 900 euro pada 2020. Bahkan setelah tahun tersebut, pajak komoditas tersebut akan terus dinaikkan.

Thomas mengatakan, dalam beberapa tahun terakhir harga minyak sawit berada pada kisaran 550 euro per ton, sehingga pengenaan pajak progresif hingga 900 euro per ton dapat dipandang sebagai langkah diskriminatif, agar importir, pengguna, dan konsumen minyak kelapa sawit beralih ke minyak nabati lainnya yang diproduksi di Prancis dan negara Eropa lainnya.

Tindakan yang diambil Prancis juga bertentangan dengan kesepakatan negara tersebut dalam penandatanganan Amsterdam Declaration in Support of Fully Sustainable Palm Oil Supply Chain by 2020.

Dengan menjadi bagian kesepakatan tersebut, semestinya Prancis mendukung negara-negara eksportir minyak sawit untuk menerapkan sustainable palm oil sebagaimana telah diterapkan Indonesia melalui Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO).

Adapun, penerapan Amandemen No.367, sambungnya, akan berdampak pada PDB Indonesia karena sektor ini menyumbang 1,6% terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Kebijakan diskriminatif tersebut juga akan mempengaruhi kehidupan 16 juta pekerja langsung dan tidak langsung di sektor ini, dan sekitar 61 kota di Indonesia yang bergantung pada kegiatan di sektor sawit.

“Jika amendemen diberlakukan, dampaknya cukup besar bagi Indonesia. Saya berharap Pemerintah Prancis menunjukkan sikap tegas menolak amendemen ini.”

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Yusuf Waluyo Jati
Terkini