Bisnis.com, JAKARTA – Pengurangan dosis moneter dinilai akan berimbas positif pada penerbitan surat berharga negara (SBN) yang selama ini masih menjadi penopang pembiayaan dalam APBN.
Dirjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan Robert Pakpahan mengatakan penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI Rate) 25 basis poin menjadi 7% akan berpengaruh pada performa imbal hasil (yield).
“Bagus dong, cost of fund [pemerintah] lama-lama turun, yield turun,” ujarnya ketika ditemui seusai pembukaan masa penawaran suku negara ritel seri SR-008, Kamis (18/2).
Sayangnya, dia belum bisa memastikan time leg yang dibutuhkan untuk melihat perubahan yield tersebut. Pihaknya hanya mengatakan performa itu akan terlihat dari lelang-lelang rutin per bulannya. Pasalnya, selain BI Rate, likuditas yang ada di market juga turut memengaruhi.
Selain itu, kombinasi antara inflasi dan kondisi global juga menjadi acuan. Jika global masih cukup tenang ditambah likuditas yang bagus, sambungnya, yield seharusnya bisa turun. Apalagi, imbuh dia, yield SBN tenor 10 tahun sudah di bawah 8%.
Kondisi ini, sambungnya, juga didukung dengan semakin tingginya demand. Tingginya demand itu dikarenakan mulai adanya kewajiban dana pensiun dan asuransi untuk menginvestasikan total portofolionya.
Adapun, sentimen kebijakan tax amnesty juga turut andil, walau hingga saat ini rancangan undang-undangnya belum disahkan.
Direktur Surat Utang Negara DJPPR Kemenkeu Loto Srianita Ginting berujar penurunan BI Rate pada gilirannya akan membuat serbuan SBN bertenor panjang. Dengan estimasi penurunan yield yang sama, harga SBN yang bertenor panjang akan cenderung meningkat lebih besar.
“Kecenderungannya memang begitu,” katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel