Bisnis.com, JAKARTA--Pemerintah akan merevisi batas atas bunga khusus (special rate) dana pihak ketiga (DPK) bank menjadi 100 basis points (bps) di atas BI rate. Penetapan batas atas tersebut untuk menurunkan bunga pinjaman menjadi 9% pada akhir 2016.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan mengambil langkah agar bunga khusus yang diminta pemilik dana besar tidak lebih dari 100 bps di atas BI rate. BI rate saat ini sebesar 7%. Artinya, batas atas bunga istimewa untuk dana jumbo hanya diperbolehkan maksimal 8%.
Kebijakan ini merupakan kelanjutan pemberlakuan batas atas bunga dana pihak ketiga (DPK) pada Oktober 2014 untuk bank buku III dan buku IV. Bunga DPK bank buku III dibatasi maksimal 225 bps di atas BI rate, adapun untuk bank buku IV dibatasi 200 bps di atas suku bunga acuan BI.
Pembatasan bunga DPK tidak akan memakai aturan baru. OJK akan berbicara langsung dengan bank-bank besar untuk menerapkan pembatasan ini.
Otoritas tersebut selama ini memonitor bank-bank tersebut. Jika ada bank yang melanggar kesepakatan, OJK pasti mengetahui. OJK juga akan memberikan hukuman bagi bank yang melanggar kesepakatan.
Kebijakan tersebut merupakan bagian dari aksi pemerintah untuk menurunkan bunga pinjaman menjadi menjadi 9% pada akhir tahun ini. Darmin menargetkan langkah-langkah penurunan bunga bakal mulai diberlakukan sebulan ke depan.
"Kami tidak akan mengatur tingkat bunga [pinjaman], yang diatur penyebab kenapa bunga tinggi seperti inflasi," tegasnya di Jakarta, Selasa (23/2/2016).
Darmin mengemukakan bunga pinjaman di Indonesia tergolong tinggi dibandingkan negara lain. Dalam situasi perlambatan ekonomi dunia, Indonesia perlu menurunkan tingkat bunga agar investasi meningkat sehingga pertumbuhan ekonomi terkerek.
Dalam rangka menurunkan bunga pinjaman, pemerintah bersama OJK dan Bank Indonesia memiliki tugas untuk merealisasikan ambisi tersebut. Selain pembatasan bunga BUMN dan special rate, pemerintah bertugas menjaga inflasi tidak lebih dari 4%.
Caranya dengan mengendalikan harga pangan yang menjadi penyebab utama inflasi. "Kemudian tarif-tarif yang dikendalikan pemerintah juga harus terkendali," tegasnya.
Adapun BI bertugas melakukan kajian agar kebijakan bunga moneter (policy rate) mendekati 4% hingga 5%. Menurut dia, policy rate terkait dengan likuiditas, bukan arus modal. "Sehingga bisa dipersiapkan," tambahnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel