"Datang ke ATM adalah hal tabu bagi saya". Kalimat ini dilontarkan oleh Sis Apik, direktur Bank Tabungan Negara (BTN). Sesuatu yang ganjil tentu saja ketika seorang direktur bank justru menabukan mesin yang amat lekat dengan dunia kerjanya.
Tapi Sis sesunggunya ingin bilang bahwa perbankan konvensional adalah masa lalu. Bahkan mesin ATM yang ditemukan oleh John Shepherd-Barron pada 1967 akan bernasib sama dengan mesin ketik. Saat ini adalah era dimana digital banking adalah masa depan perbankan.
Maka bila ada bank yang masih pelit berinvestasi di digital banking, sesungguhnya ia sedang menggali kuburannya sendiri. Suka tidak suka, mau tidak mau, industri perbankan harus masuk ke bisnis ini.
BTN sendiri sudah mencanangkan tahun ini sebagai periode digital. Berbagai produk diluncurkan. Mulai dari e-loan, digital lounge sampai pemesanan rumah berbasis internet.
BTN tidak sendiri. Development Bank of Singapore atau DBS yang mengklaim diri sebagai bank yang paling terdepan dalam urusan teknologi digital perbankan di Asia Tenggara juga terus bergegas.
Mereka bahkan sampai 'repot-repot' membuat riset khusus soal potensi digital technology di Asia.
Berdasarkan riset yang berjudul "Sink or Swim Business Impact of Digital" yang dirilis tahun 2014 penetrasi teknologi digital utamanya negara berkembang seperti Indonesia sudah sangat dalam dan penggunaannya semakin meluas.
Oleh karena itu dampak terhadap dunia bisnis juga semakin dirasakan. DBS mencatat ada tiga dampak signifikan yang dibawa oleh teknologi digital terhadap dunia bisnis yakni kecepatan akses, business intelligence, dan infrastruktur digital.
Data tersebut juga menggambarkan penggunaan smartphone di Indonesia yang juga bertumbuh dengan pesat. Diperkirakan pada tahun 2018 jumlah pengguna aktif smartphone di Indonesia akan mencapai lebih dari 100 juta orang.
Dengan jumlah sebesar ini, Indonesia akan menjadi negara dengan pengguna aktif smartphone terbesar keempat di dunia setelah Cina, India dan Amerika.
Itu secara luas. Khusus untuk perbankan, hasil survei McKinsey Asia Personal Financial Services pada tahun 2014 bisa jadi acuan. Hasil survei tersebut menyebutkan penggunaan digital banking di negara Asia-termasuk Indonesia-amat sangat pesat.
Pada 2011 hanya ada 10% saja dari total responden yang terlibat dalam transaksi digital banking. Namun saat disurvei ulang 3 tahun kemudian, angka tersebut melonjak hingga 3 kali lipat. Bahkan khusus untuk kanal yang melalui smartphone meningkat 5,2 kali lipat.
Fungsi digital banking ada banyak. Mulai dari sekedar transaksi dimana bank mendapatkan fee sampai mencari nasabah secara otomatis. Ya, dengan kemajuan teknologi suatu saat peran tenaga pemasaran bank akan digantikan oleh sesuatu tak berwujud bernama digital banking.
Tak percaya? Simak penjelasan Managing Director Consumer Banking Group DBS Indonesia Wawan Setiawan Salum. Ia mengatakan suatu saat bank tidak perlu lagi repot-repot mencari nasabah. Bila saat ini tenaga pemasaran masih harus susah payah mendatangi calon nasabah, menjelaskan soal manfaat menabung sambil mencari tahu keinginan calon nasabah tersebut.
Tak lama lagi, bank hanya tinggal memencet tombol dan data calon nasabah akan terpampang di layar plus jenis-jenis produk bank yang cocok untuk mereka.
"Namanya Big Data. Nanti berguna untuk mengumpulkan segala sesuatu yang berkaitan dengan pelanggan maupun calon pelanggan. Data itu selanjutnya kami olah agar mencari target pelanggan jadi lebih mudah. Kami tinggal sesuaikan produk yang kami tawarkan sesuai karakteristik mereka," ujarnya.
Kelak bank dan nasabah tak perlu lagi bertatap muka. Cukup berkomunikasi lewat gadget mereka. Dan lewat komunikasi itu pula lah perusahaan dapat mengetahui kebutuhan mereka. Sangat simpel.
Dan satu lagi. Dengan digital banking bank tak perlu lagi terlalu bergantung dengan interest alias bunga. Sebab bila pandai memanfaatkannya, komisi dari transaksi electronic channel (e-channel) juga cukup menopang laba perusahaan.
Seperti kata Direktur Utama PT Bank Maybank Indonesia Tbk. Taswin Zakaria. Menurutnya asal likuiditas bagus bank tidak perlu bergantung pada net interest margin (NIM).
"Ada fee. Ada banyak produk yang bisa dimanfaatkan termasuk e-channel," katanya.
Jadi, tunggu apa lagi?
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel