JK: Bunga Rendah Dorong Kelas Bawah Miliki Aset

Bisnis.com,15 Mar 2016, 17:02 WIB
Penulis: Lavinda
Ilustrasi

Bisnis.com, JAKARTA - Perbankan dan lembaga keuangan mikro nasional didesak menjalankan revolusi sistem keuangan bunga rendah demi mendorong pemerataan kepemilikan aset di tanah air.

Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan, penerapan keuangan inklusif bukan hal baru bagi Indonesia. Terbukti dengan banyaknya lembaga keuangan mikro yang menyediakan program kredit rakyat di desa sejak zaman dahulu.

Persoalan utamanya, lembaga keuangan mikro masih menjalankan sistem pembiayaan dengan bunga tinggi sehingga timbul ketidakadilan ekonomi. Pengusaha besar atau korporasi mendapat bunga rendah, sementara pengusaha kecil dibebankan bunga kredit yang jauh lebih tinggi.

Menurut dia, lembaga keuangan mikro seringkali menerapkan pola pikir yang keliru karena menetapkan tingkat bunga kredit dengan membandingkan pada bunga rentenir di level tinggi. Padahal jika dipatok pada level rendah, pengusaha kecil bisa berkesempatan memiliki aset.

"Selalu dasar berpikirnya keliru, mengambil dasar dari rentenir. Tidak melihat sebaliknya, kalau memberi bunga rendah, maka pengusaha kecil bisa beli aset kios, tidak hanya jualan tanpa punya aset," paparnya dalam pidato peresmian OJK International Center for Microfinance and Financial Inclusion (OJK-PROKSI), Selasa(15/3/2016).

Oleh karena itu, lembaga keuangan mikro diminta mengubah sistem penyaluran pembiayaan dengan lebih adil, yakni berdasar pada prinsip pemerataan ekonomi.

Jika berhasil mendorong usaha kecil, maka produktifitas dan daya beli masyarakat akan meningkat sekaligus dan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi nasional.

Dia mengingatkan, jangan sampai rakyat sulit memiliki aset hanya karena untuk menghidupi lembaga keuangan.

JK menegaskan, saat ini adalah masanya lembaga keuangan yang harus menghidupi dirinya dari usaha rakyat.

"Bank dan lembaga keuangan harus tumbuh dari pertumbuhan ekonomi, bukan pertumbuhan bunga. Hidup dari menanam pohon, bukan memetik bunga saja,"ungkapnya.

Selama ini, ekonomi dunia, termasuk Indonesia, selalu dihadapkan pada persoalan pemerataan kepemilikan aset.

Terbukti setelah krisis ekonomi, sebanyak 1% penduduk tercatat menguasai 50% aset nasional, sementara 99% penduduk lain menguasai 50% sisanya.

Oleh karena itu, perlu ada gerakan keuangan yang inklusif untuk mengurangi kesenjangan ekonomi dan mengentaskan kemiskinan.

"Lembaga keuangan adalah motor penggerak ekonomi yang lebih baik, maka harus berdasarkan pemahaman pemerataan atau inklusif dalam gerakan mikro," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Saeno
Terkini