BKPM: RI Harus Bergabung dengan Trans Pasific Partnership

Bisnis.com,22 Mar 2016, 13:31 WIB
Penulis: Ropesta Sitorus
Ilustrasi/afagh.com

Bisnis.com, JAKARTA– Indonesia dinilai perlu melakukan sejumlah pekerjaan rumah demi memacu penanaman modal asing, terutama dalam sektor industri padat karya yang lebih banyak menyerap tenaga kerja.

Kepala BKPM Franky Sibarani mengatakan Indonesia harus segera berpartisipasi dalam kelompok perdagangan dunia Trans Pasific Partnership (TPP).

Dia menuturkan saat ini industri padat karya Indonesia kalah bersaing dibandingkan dengan Vietnam yang menjadi anggota TPP.

Para pemilik modal lebih memilih berinvetasi di negara tersebut karena pasar ekspornya lebih luas daripada Indonesia, khususnya untuk produk garmen dan mebel.

“Kenaikan (penyerapan tenaga kerja) sebagai efek PMA dan PMD pada 2015 dibandingkan tahun 2014 memang tidak terlalu besar, sekitar 3,4%. Angka pastinya mesti saya lihat kembali,” kata Franky di kepada wartawan kantornya.

Lebih lanjut, dia menegaskan BKPM tetap menempatkan bidang industri manufacturing khususnya padat karya sebagai fokus yang utama. Para investor diundang untuk menanam modal dalam industri tekstil, garmen dan sepatu.

“Namun kalau kita diskusi dengan mereka, hampir sebagian besar produsen sepatu lebih memilih Vietman, karena Vietnam sudah pasti TPP. Jadi pekerjaan rumah terbesar kita untuk menggenjot industri padat karya adalah segera masuk TPP dan perdagangan bebas dengan Uni Eropa,” ucapnya.

Mengutip penjelasan produsen sepatu dari Amerika, Franky mengatakan 40% pasar sepatu bermerek saat ini ada di Amerika, 30% di Eropa, 25% di China dan sisanya di negara-negara lain.

Selain mendesak untuk mempercepat proses penyiapan keanggotaan di TPP, Franky juga mengungkapkan perlunya pembenahan dari segi regulasi, terutama menyangkut izin mempekerjakan tenaga kerja asing (IMTA).

Dia mengaku sudah berkoordinasi dengan Menteri Tenaga Kerja M. Hanif Dhakiri untuk mengupayakan pelonggaran. Sesuai peraturan, IMTA terbatas untuk masa kerja 6 bulan dan maksimal diperpanjang sampai 2 tahun.

“Harusnya diberi perbedaan bagi TKA yang sudah existing terutama di bidang usaha mebel, sepatu dan garmen. Kalau memang kekuatannya pada mode, dapat kita kasih extend,” tuturnya.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Linda Teti Silitonga
Terkini