Insiden Laut Natuna: Pemerintah Diminta Tegas Terhadap China

Bisnis.com,23 Mar 2016, 14:52 WIB
Penulis: Samdysara Saragih
2 kapal pengawas illegal fishing/Bisnis.com

Kabar24.com, JAKARTA – Dewan Perwakilan Rakyat mendesak pemerintah untuk bersikap lebih tegas terhadap pemerintah China yang melindungi kapal pelaku illegal fishing MV Kway Fey 10078.

Wakil Ketua Badan Kerjasama Antar Parlemen (BKSAP) DPR Rofi Munawar mengingatkan pemerintah China untuk tidak mengintervensi langkah pemerintah Indonesia memerangi pencurian ikan. Apalagi, bukan kali ini saja kapal penangkap ikan China masuk wilayah Indonesia secara ilegal.

"Sebagai sebuah negara berdaulat, Indonesia memiliki pijakan yuridis yang tepat dengan menangkap kapal China yang telah melakukan kegiatan illegal fishing,” katanya dalam keterangan resmi, Rabu (23/3/2016).

Rofi mengacu pada pasal 19 ayat (1) Konvensi Hukum Laut Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNCLOS) yang membolehkan penggunaan kekerasan terhadap ancaman kedaulatan, keutuhan wilayah, atau kemerdekaan politik negara pantai.

Di sisi lain, Anggota Komisi IV DPR ini menyebutkan kapal China melanggar pasal 19 ayat (8) tentang kegiatan perikanan di wilayah negara pantai tanpa izin.

Indonesia-China ‘bersitegang’ setelah insiden dalam proses penangkapan MV Kway Fey 10078 di Laut Natuna, Kepulauan Riau, pada Sabtu (19/3/2016).

Dalam proses penangkapan oleh Kapal Patroli (KP) Hiu 11, kapal Cost Guard China muncul tiba-tiba dan menabrakkan diri ke badan kapal Kway Fey 10078.

Awak KP Hiu 11 pun memilih meninggalkan kapal itu dan hanya mengamankan delapan awaknya.

Setelah kejadian itu, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti lantas mendesak pemerintah China untuk menyerahkan MV Kway Fey 10078 karena masuk wilayah Indonesia tanpa izin.

Dia menolak klaim pemerintah China yang menyebutkan kapal tersebut beraktivitas di kawasan zona penangkapan ikan tradisional (traditional fishing zone/TFZ) negeri itu.

Pemerintah Indonesia, kata Susi, tidak mengenal konsep TFZ ala China. Bahkan, imbuh dia, terminologi itu tidak diakui dalam konsep hubungan diplomatik selama ini.

“Itu klaim sepihak dan tidak ada di dunia internasional. Tidak ada perjanjian apapun yang mengakui klaim pemerintah China,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Rustam Agus
Terkini