Pengamat: Transaksi Politik Uang Lazim di Dunia Politik

Bisnis.com,29 Mar 2016, 05:07 WIB
Penulis: Edi Suwiknyo
politik uang, kampanye

Kabar24.com, JAKARTA -Mantanketua Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan Praktisi Hukum Universitas Indonesia Yunus Husein membeberkan praktik money politic (politik uang) dan transaksi lainnya sudah lazim dalam jagad politik nasional.

Dia mengatakan, meski pemberian sumbangan kepada calon kepala daerah dibolehkan. Namun berbagai pelanggaran tetap terus terjadi di dalam sejumlah momen politik sekelas Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).
 
 
Meski sudah ditopang anggaran pemerintah juga. Namun dalam kenyataaannya sumbangan yang dilakukan terkadang lebih dari nominal tersebut, itu sesuai dengan pengalaman saya, ujar Yunus, Minggu (27/3/2016).
 
 
Pemberian sumbangan itu diatur dalam Pasal 74 Undang-Undang No. 8 Tahun 2015 tentang Pillkada, pemberi sumbangan dana kampanye perorangan hanya dibatasi maksimal menyumbang Rp50 juta, sedangkan sumbangan dari badan hukum swasta maksimal Rp500 juta.
 
Tak hanya itu, sesuai dengan undang-undang tersebut, sumbangan dana kampanye dilarang berasal dari tindakan pidana korupsi. Dengan kata lain, jika terbukti duit panas
Damayanti itu mengalir ke partai politik untuk kepentingan Pilkada, maka bisa dikategorikan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
 
Dana kampanye tidak boleh berasal dari suap, korupsi, atau tindak pidana lainnya. Kalau ada indikasi itu maka bisa dijerat dengan pencucian uang, ujar pria yang juga menjadi anggota Satuan Tugas (Satgas) Illegal Fishing tersebut.
 
Dia menengarai, praktik itu tumbuh subur karena tradisi transaksional dalam pentas politik. Bahkan, kata dia, di banyak kesempatan seseorang yang akan mencalonkan diri sebagai calon kepala daerah perlu mengeluarkan uang yang cukup besar untuk maju dalam pertarungan Pilkada.
 
Karena itu, dia melihat penyelenggara pesta demokrasi (KPU) termasuk partai politik perlu membersihkan proses politik tersebut dari berbagai bentuk transaksi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Martin Sihombing
Terkini