Bisnis.com, JAKARTA – Di tengah masih rentannya penerimaan yang pada gilirannya membutuhkan peningkatan pembiayaan dalam APBN, sejumlah perusahaan pelat merah diminta untuk mencari sumber pendanaan lain, terutama dari obligasi.
Juniman, Kepala Ekonom PT Maybank Indonesia Tbk. mengatakan rencana ini harus didahulukan dari pada tetap mengharapkan adanya suntikan dana lewat penyertaan modal negara (PMN) yang telah dibekukan saat pengesahan APBN 2016.
“Saat inilah momentum yang tepat menerbitkan obligasi saat likuditasnya bagus,” ujarnya kepada Bisnis, seperti dikutip Minggu (17/4/2016)
Dia memprediksi pembahasan PMN dalam RAPBNP 2016 masih akan alot di tengah bayang-bayang postur yang masih rentan. Walaupun masuk dalam pos pembiayaan, pagu PMN akan disoroti karena pada saat yang bersamaan ada kerentanan di pos penerimaan.
Oleh karena itulah, menurutnya, argumentasi serta fakta pendukung yang kuat menjadi kunci ‘restu’anggota dewan. Kebutuhan yang mendesak dan produktif lah yang berpeluang besar akan disetujui.
Setidaknya, dalam total Rp44,47 triliun yang menjadi bagian dari kategori PMN selain organisasi atau lembaga keuangan internasional, sekitar Rp34,3 triliun merupakan suntikan modal kepada 23 perusahaan pelat merah yang berada di bawah kewenangan Kementerian BUMN. Sisanya, berada di bawah kewenangan Kementerian Keuangan.
Ekonom Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Eko Listyanto pun menilai obligasi menjadi salah satu instrumen yang bisa digunakan perusahaan-perusahaan pelat merah.
“Dana berseliweran di saat Eropa lesu, Amerika pun belum bagus. Tinggal kecakapan manajemen tiap BUMN saja memanfaatkan peluang ini,” tegasnya.
Dia berpendapat kenaikan alokasi PMN mulai tahun lalu yang cukup drastis nyatanya belum berdampak besar pada kondisi makro terutama pertumbuhan ekonomi nasional. Di tengah strategisnya stimulus fiskal tahun ini, pembiayaan harus digunakan untuk kebutuhan yang memberikan multiplier effect.
Pemerintah dan DPR, imbuh dia, harus benar-benar meneliti seberapa besar impact positif yang bisa dimunculkan lewat suntikan modal itu. Penyuntikan modal pada BUMN yang masih mentah perencanaannya akan berisiko besar.
Tax Amnesty
Juniman berujar selain karena kondisi ekonomi yang terjadi saat ini, faktor keberlangsungan kebijakan pengampunan pajak atau tax amnesty juga menjadi penentu. Hal ini dikerenakan pemerintah juga telah mengusulkan penggunaan instrumen obligasi BUMN sebagai wadah harta hasil repatriasi.
Seperti diketahui, draf RUU pengampunan pajak, pemerintah mengusulkan investasi tiga tahun lewat instrumen obligasi BUMN, surat berharga negara (SBN), dan investasi keuangan pada bank yang nantinya ditunjuk oleh menteri..
Apabila wajib pajak (WP) ingin berinvestasi di luar tiga instrumen tersebut, pemerintah memberikan kesempatan adanya pengalihan investasi di tahun kedua dan/atau tahun ketiga. Instumen investasi lain yang bisa digunakan dalam periode tersebut, a.l. pertama, obligasi perusahaan swasta yang perdagangannya diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Kedua, investasi infrastruktur melalui kerja sama pemerintah dengan badan usaha.
Ketiga, investasi di sektor properti. Keempat, investasi sektor riil berdasarkan prioritas yang ditentukan oleh pemerintah. Untuk instrumen terakhir, rincian sektor prioritas tersebut akan dijabarkan melalui Peraturan Menteri Keuangan.
Investasi itu, menurut draf RUU itu dilakukan lewat tiga instrumen yakni surat berharga negara (SBN), obligasi badan usaha milik negara (BUMN) dan investasi keuangan pada bank yang nantinya ditunjuk oleh menteri.
Usai Rapat Konsultasi antara Pimpinan DPR dan Presiden di Istana Merdeka, Jumat (15/4), Ketua DPR Ade Komarudin menyatakan, telah ada kesepahaman antara pemerintah dan DPR mengenai percepatan pembahasan RUU Tax Amnesty. Pemerintah sendiri menargetkan RUU ini bisa selesai pada masa sidang April ini, sehingga pembahasan RUU APBN Perubahan 2016 bisa dimulai pada bulan depan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel