Bisnis.com, Jakarta--Bank Indonesia mendaulat 7-day Reverse Repo Rate sebagai suku bunga kebijakan baru menggantikan posisi BI Rate. BI dinilai perlu meyakinkan publik bahwa pengendalian inflasi masih menjadi agenda utama.
Ekonom Institute for Development Economics and Finance (Indef) Eko Listianto menilai Repo Rate yang bakal diterapkan BI pada 19 Agustus 2016 akan mempersempit ruang bagi BI untuk menyikapi fenomena makroekonomi. Repo dianggap belum dapat mencerminkan kondisi makroekonomi secara keseluruhan.
"BI Rate sebagai bunga acuan tidak hanya merefleksikan respon suku bunga pasar uang dan perbankan, tetapi juga mencerminkan sikap dan antisipasi BI terhadap keseluruhan dinamika ekonomi internal dan eksternal," jelasnya.
Dia mengatakan instrumen 7-day Repo Rate bersifat jangka pendek, sementara fenomena inflasi tidak bisa diselesaikan dalam kurun waktu yang singkat. Menurutnya, persoalan inflasi di Indonesia tidak cukup ditangani dari kebijakan di pasar keuangan dan perbankan.
"Jangan sampai orientasi kebijakan terlalu terkonsentrasi pada jangka pendek dan memarginalkan persoalan inflasi," katanya.
Kendati mengubah suku bunga kebijakan baru, BI meyakini target inflasi dapat tercapai pada posisi 4% +-1% di tahun ini.
7-day Repo Rate berpotensi meningkatkan efektivitas transmisi kebijakan moneter ke pasar uang dan perbankan. Instrumen ini akan lebih memberi sinyal kepastian terhadap arah kebijakan moneter dalam kaitannya dengan suku bunga dan mendorong pendalaman pasar uang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel