Bisnis.com, JAKARTA- Seiring dengan melemahnya permintaan kredit yang masih terjadi hingga kuartal I/2016, utang luar negeri bank-bank Tanah Air mengalami penurunan.
Statistik Utang Luar Negeri Indonesia Bank Indonesia menunjukkan per Februari 2016 utang luar negeri bank mencapai US$30,86 miliar atau turun 2,84% secara tahunan (year on year) dari US$31,74 miliar.
Direktur Riset Kenta Institute Eric Sugandi mengatakan ada dua faktor yang menyebabkan penurunan utang luar negeri bank di Tanah Air.
Pertama, permintaan kredit yang masih lemah sehingga bank tidak terlalu agresif menarik pinjaman dari luar negeri.
Kedua, beberapa bank mempercepat pembayaran utang ketika nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat menguat.
“Namun, faktor permintaan kredit lebih kuat ketimbang faktor penguatan rupiah,” ujarnya kepada Bisnis.
Permintaan kredit bank pada kuartal I tahun ini masih lesu yang ditandai dengan pertumbuhan pinjaman yang hanya sebesar 10% (y-o-y) atau lebih rendah dibandingkan kuartal I tahun lalu yang tum buh 11,38% (y-o-y).
Data yang sama juga menunjukkan penurunan utang luar negeri terjadi di semua kelompok bank, kecuali bank milik negara. Penurunan paling tajam terjadi di kelompok bank campuran yang mencatatkan koreksi sebesar 19,25% dari US$9,54 miliar men - jadi US$7,70 miliar.
Disusul oleh kelompok bank swasta asing yang mencatatkan pinjaman senilai US$2,94 miliar atau turun sebesar 6,98% (y-oy) dari US$3,15 miliar. Kelompok bank swasta nasional mencatatkan penurunan sebesar 4,48% dari US$15,51 miliar menjadi US$14,86 miliar.
Sementara itu, pinjaman luar negeri bank pelat merah mengalami peningkatan sebesar 34,01% dari US$3,52 miliar menjadi US$5,34 miliar.
Eric menilai peningkatan utang luar negeri bank milik negara ini disebabkan bank me nerima pinjaman untuk proyek pe me rintah.
BANK BUMN
Pada tahun lalu, tiga bank milik negara, yakni PT Bank Negara Indonesia Tbk., PT Bank Rakyat Indonesia Tbk., dan PT Bank Mandiri Tbk. mendapatkan pinjaman bilateral dari China Development Bank.
Masing-masing bank mendapatkan pinjaman senilai US$1 miliar untuk membiayai proyek infrastruktur pemerintah.
Direktur Utama BNI Achmad Bai quni pernah mengatakan pihaknya tengah berencana melirik pinjaman bilateral dari bank negara lain karena bunga pinjaman tidak
terlalu mahal dan jangka waktu pinjaman juga panjang.
Untuk tahun ini, Baiquni memproyeksikan perusahaan yang dipimpinnya bakal mencari pinjaman bilateral sekitar US$500 juta hingga US$1 miliar.
Selain pinjaman bilateral, emiten dengan kode saham BBNI ini juga bakal menerbitkan surat utang dalam bentuk negoitable certificate deposit (NCD) dengan nilai sekitar Rp4 triliun dan global bonds dalam rangka menjaga ketersediaan dana. Direktur Treasury dan Asset
Management PT Bank Tabungan Negara Tbk. Iman Nugroho Soeko mengungkapkan pada tahun ini perseroan membutuhkan pendanaan di luar dana masyarakat sekitar Rp10 triliun untuk mendanai rencana ekspansi bisnis.
Perseroan memasang target ekspansif sejalan dengan peran sebagai motor utama dalam program sejuta rumah.
Dalam rencana bisnis bank (RBB) 2016, paparnya, kredit BTN ditargetkan mencapai 18%-20%.
Senada dengan BNI, perseroan bakal mencari pendanaan melalui surat utang atau obligasi, NCD, efek beragun aset surat partisipasi (EBA-SP), maupun pinjaman bilateral.
Terkait dengan penerbitan obligasi, Iman menuturkan BTN telah mengajukan izin penerbitan kepada OJK. “Pasti kami akan menerbitkan obligasi, senilai Rp3 triliun. Kami sudah bilang ke OJK dan begitu izin keluar, kami terbitkan,” ucapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel