Deflasi April 2016 Dipicu Ambruknya Daya Beli, Ekonom: Ini Bahaya!

Bisnis.com,03 Mei 2016, 18:33 WIB
Penulis: Choirul Anam
Pasar tradisional/Antara

Bisnis.com, MALANG - Deflasi yang terjadi pada April 2016 terjadi karena adanya tren penurunan daya beli karena produksi bisnis menurun sehingga tingkat konsumsi masyarakat juga menurun.

Ekonom dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Dias Satria mengatakan stakeholder agar berhati-hati dengan terjadinya deflasi.

Jika penurunan harga disebabkan oleh efisiensi biaya seperti biaya logistik atau biaya produksi, deflasi sangat diharapkan dalam perekonomian karena ini berarti telah mendorong daya saing ekonomi dan efisiensi ekonomi.

Namun jika deflasi disebabkan karena permintaan masyarakat yang makin menurun karena pendapatan yang menurun akibat perekonomian yang menurun ini sangat berbahaya. karena ini yang disebut sebagai deflation spiral.

“Pada April, saya melihat yang terjadi yang kedua. Melihat faktor-faktor yang menyebabkan deflasi, bisa disimpulkan bahwa memang terjadi penurunan daya beli masyarakat,” ujarnya di Malang, Selasa (3/5/2016).

Bahkan dalam beberapa bahan teori ekonomi, deflation spiral lebih berbahaya dibandingkan dengan inflasi karena deflation spiral dapat menurunkan insentif bisnis untuk mendorong produksi mereka, dan menurunkan insentif untuk melakukan investasi sehingga dalam jangka panjang, ekonomi akan makin menurun.

Menyikapi kondisi tersebut, dia minta, pemerintah harus mendorong ekspansi fiskal untuk mengimbangi turunnya permintaan masyarakat, akibat growth ekonomi yang rendah.

Pada sisi lain, pemerintah harus mulai concern untuk mendorong atmosfer bisnis agar lebih bergairah, salah satu caranya adalah dengan mengurangi pajak atau memberikan insentif pajak.

Terkait dengan government expenditure, kata dia, perlu ada payung hukum yang lebih jelas sehingga aparat tidak menjadi takut dalam membelanjakan uang negara. Mereka tidak khawatir dikriminalisasi saat menjalankan program-program pemerintah.

Jika belanja pemerintah tidak bisa diharapkan berjalan lancar, peralatan lain yang dilakukan berupa insentif pajak. Tax amnesty merupakan salah satu alat dalam rangka pemberian insentif pajak. Wajib pajak yang sebelumnya tidak terjaring untuk membayar pajak dengan kebijakan tersebut bisa membayar pajak.

Insentif yang lebih mengena, terkait dengan pemotongan pajak. Pemotongan pajak bukan berarti menghilangkan potensi penerimaannya, namun tarifnya diturunkan agar dunia usaha lebih bergairah. “Bukan berarti dengan kebijakan tersebut penerimaan pemerintah akan turun dari pajak, bisa jadi akan tumbuh,” ujarnya.

Dengan pemotongan tarif pajak, maka diharapkan dunia usia tumbuh. Dengan tumbuhnya dunia usaha, maka penerimaan pajak otomatis akan meningkat sehingga penerimaan pajak otomatis meningkat. Yang juga bisa dilakukan pemerintah, meningkatkan wajib pajak. Intinya, penerimaan pajak jangan hanya terpaku pada wajib pajak eksisting.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Yusuf Waluyo Jati
Terkini